Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencatatkan angka menggembirakan, yaitu 5,12%, meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,87%. Pencapaian ini terjadi di tengah tantangan serius berupa gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda berbagai sektor.
Ekonom Piter Abdullah berpendapat bahwa sektor ekonomi digital berperan krusial sebagai peredam dampak negatif dari PHK. Alih-alih menganggur, banyak pekerja yang terkena PHK beralih profesi menjadi pengemudi ojek online (ojol). Data mencatat angka PHK mencapai 939.038 orang dalam periode Agustus 2024 hingga Februari 2025.
"Ekonomi digital, melalui platform seperti Gojek, Grab, Maxim, dan Indrive, memberikan alternatif pekerjaan dan penghasilan bagi mereka yang terdampak PHK," ujarnya.
Sektor ekonomi digital membantu menjaga daya beli masyarakat, yang pada akhirnya menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% pada kuartal II-2025, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya (4,93%). Kontribusi konsumsi rumah tangga menjadi yang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025.
Konsumsi rumah tangga kelompok menengah ke atas relatif stabil karena daya beli yang terjaga. Sementara itu, konsumsi kelompok bawah sangat sensitif terhadap perubahan ekonomi. Untuk menjaga konsumsi kelompok ini, pemerintah menyalurkan bantuan sosial (bansos) yang menjadi bantalan pengaman.
Meskipun pertumbuhan konsumsi rumah tangga belum terlalu tinggi, Piter menilai angka ini wajar untuk kondisi perekonomian Indonesia saat ini.
Piter juga menyoroti penurunan Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia di tengah pertumbuhan ekonomi yang positif. Menurutnya, PMI hanyalah survei dan bukan indikator utama investasi. Ia menilai angka PMI manufaktur Indonesia masih relatif baik.
"PMI adalah survei tentang pembelian barang ke depan, bukan yang sudah terjadi," jelasnya.