Tompi Angkat Bicara Soal Royalti Musik: Keluar dari WAMI dan Bebaskan Lagu untuk Publik

Penyanyi Tompi memutuskan untuk mengakhiri keanggotaannya di Wahana Musik Indonesia (WAMI). Keputusan ini merupakan wujud ketidakpuasan Tompi terhadap kinerja Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam mendistribusikan royalti kepada para musisi.

Kekecewaan ini ternyata sudah lama dirasakan oleh pelantun "Menghujam Jantungku" itu. Bahkan, ia mengaku sempat berdiskusi dengan mendiang Glenn Fredly mengenai masalah ini sebelum Glenn berpulang pada tahun 2020.

"Per kemarin, saya sudah meminta manajer saya untuk keluar dari WAMI," ungkap Tompi melalui unggahan di akun Instagram pribadinya. Ia menambahkan, diskusi dengan Glenn Fredly mengenai LMK dan pembagian royalti konser selalu meninggalkan pertanyaan tanpa jawaban yang memuaskan.

Sebagai bentuk protes, Tompi mengambil langkah berani dengan membebaskan siapapun untuk membawakan lagu-lagunya di berbagai acara dan pertunjukan tanpa perlu khawatir soal royalti. "Silakan yang mau menyanyikan lagu-lagu saya di semua panggung pertunjukan, konser, kafe. Mainkan saja, saya tidak akan mengutip apa pun sampai pengumuman selanjutnya," tegasnya.

Isu pengelolaan royalti musik memang menjadi persoalan klasik di Indonesia. Royalti, sebagai hak ekonomi atas karya cipta, seharusnya dibayarkan oleh pengguna kepada musisi melalui LMK. Di Indonesia, terdapat beberapa LMK yang bernaung di bawah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMKN bertugas mengoordinasi dan mendistribusikan royalti kepada LMK, yang kemudian menyalurkannya kepada para pencipta lagu.

Namun, sistem distribusi royalti di Indonesia dinilai belum optimal dan menimbulkan keraguan di kalangan musisi. Hal ini mendorong beberapa musisi untuk mengambil langkah serupa dengan Tompi, yaitu membebaskan karya mereka untuk dibawakan oleh publik atau pengelola tempat hiburan. Beberapa nama besar seperti Dewa 19, Charly Van Houten, Rhoma Irama, Thomas Ramdhan GIGI, serta Juicy Luicy juga telah melakukan hal serupa.

Saat ini, Undang-Undang Hak Cipta tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah diajukan gugatan oleh kelompok penyanyi atau VISI. Selain itu, revisi UU Hak Cipta juga sedang dibahas di Komisi X DPR. Persoalan royalti musik di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang membutuhkan solusi yang adil dan transparan bagi seluruh pihak.

Scroll to Top