Isu mengenai royalti musik yang tercantum dalam struk pembayaran di restoran dan kafe memicu berbagai tanggapan. Asosiasi pengusaha membantah bahwa biaya royalti tersebut dibebankan kepada konsumen.
Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum membebankan royalti musik kepada konsumen. Ia menambahkan, jika ada pajak, itu adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PB1) yang memang ditanggung konsumen.
Hippindo menyatakan kesediaannya untuk membayar royalti, namun dengan tarif yang lebih rendah dari yang ditetapkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Surat penawaran telah diajukan sejak tahun lalu, namun belum mencapai kesepakatan terkait nilai yang disetujui.
Menurut Hippindo, penentuan tarif royalti melibatkan berbagai faktor seperti jumlah kursi di restoran. Karena belum ada kesepakatan harga dan khawatir terkena sanksi pidana, banyak restoran memilih untuk tidak memutar musik sama sekali. Bahkan, jingle milik restoran sendiri pun turut dipermasalahkan terkait royalti.
Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga telah membantah adanya restoran yang membebankan biaya royalti musik kepada konsumen. Ketua Umum PHRI menduga bahwa foto struk yang viral tersebut adalah hoaks atau hasil editan.