Jakarta – Gelombang kecaman keras datang dari Arab Saudi dan Qatar terhadap ambisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menggaungkan visi "Israel Raya." Kedua negara dengan tegas menolak rencana perluasan wilayah dan permukiman oleh pemerintah Israel.
Kementerian Luar Negeri Saudi, melalui kantor berita resmi SPA, menegaskan kembali hak historis dan hukum rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka dan berdaulat di tanah mereka sendiri, sesuai dengan hukum internasional. Riyadh memperingatkan komunitas internasional bahwa tindakan Israel ini merusak legitimasi internasional, melanggar kedaulatan negara, serta mengancam perdamaian dan keamanan global serta regional.
Senada dengan Saudi, Kementerian Luar Negeri Qatar mengecam pernyataan Netanyahu terkait "visi Israel Raya" sebagai kelanjutan dari sikap "arogan" yang memicu krisis, melanggar kedaulatan negara, dan menyalahi hukum internasional. Qatar memperingatkan bahwa komentar tersebut berisiko memicu kekerasan dan kekacauan lebih lanjut di kawasan. Qatar juga menyerukan solidaritas internasional untuk menghadapi "provokasi" semacam ini, sambil menegaskan dukungan terhadap perdamaian yang adil, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Kontroversi ini bermula saat Netanyahu diwawancarai oleh saluran Israel i24. Dalam wawancara tersebut, pewawancara memperlihatkan peta "Tanah yang Dijanjikan" dan menanyakan apakah Netanyahu merasa "terhubung" dengan visi Israel Raya. Netanyahu menjawab bahwa ia sedang menjalankan "misi bersejarah dan spiritual" dan merasa "sangat" terhubung dengan gagasan tersebut.
Istilah "Israel Raya" sendiri dipahami secara luas sebagai visi ekspansionis yang mencakup wilayah yang jauh lebih luas, termasuk sebagian wilayah Palestina, Lebanon, Yordania, Mesir, dan Suriah. Kaum ultra-nasionalis Israel mengklaim wilayah-wilayah ini sebagai bagian dari negara Israel di masa depan.