Gelombang protes warga Pati terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 250% berbuntut panjang. Bupati Pati, Sudewo, kini menghadapi ancaman pemakzulan oleh DPRD setempat. Komisi II DPR RI turut menyoroti kasus ini, memberikan pandangan dari perspektif yang lebih luas.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menilai bahwa masalah ini berakar dari rendahnya kemandirian fiskal daerah yang sangat bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat. Efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) berdampak langsung pada kemampuan daerah. Kenaikan pajak yang dilakukan Bupati Sudewo dianggap kurang mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.
Rifqinizamy menekankan pentingnya transparansi APBD agar masyarakat memahami kondisi keuangan daerah dan prioritas anggaran. Ia menyarankan agar pejabat publik menahan diri dalam membuat kebijakan yang sensitif bagi masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan warga dianggap sebagai bentuk aspirasi yang harus didengar.
Meski demikian, Rifqinizamy berpendapat bahwa kasus ini tidak harus berakhir dengan pemakzulan. Ia menyarankan agar Bupati Sudewo diberi kesempatan untuk memperbaiki kebijakan-kebijakannya, mengingat masa jabatannya yang belum genap satu tahun. Proses saling kontrol antara eksekutif dan legislatif di daerah diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih baik.
Sementara itu, DPRD Kabupaten Pati telah membentuk panitia khusus (pansus) hak angket untuk menindaklanjuti tuntutan pemakzulan Bupati Sudewo. Salah satu fokus pansus adalah menyoroti dugaan pengisian jabatan Direktur RAA Soewondo Pati yang dinilai tidak sah, serta permasalahan PHK eks karyawan honorer RSUD RAA Soewondo Pati.
Rapat pansus telah digelar untuk membahas berbagai permasalahan ini. DPRD Pati menekankan bahwa pengisian jabatan Direktur RAA Soewondo dinilai tidak sah oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).