Hanung Bramantyo Ungkap Tantangan Membuat Animasi Berkualitas Tinggi di Era AI

Sutradara kawakan Hanung Bramantyo, yang pernah menyutradarai film animasi "Adit Sopo Jarwo the Movie", memberikan pandangannya mengenai anggapan remeh terhadap film animasi di era kecerdasan buatan (AI). Banyak yang berpendapat bahwa film animasi berkualitas dapat dibuat dengan anggaran yang lebih rendah berkat AI.

Hanung menanggapi bahwa meskipun AI dapat menghasilkan animasi yang terlihat baik pada layar kecil seperti televisi atau tablet, hasilnya akan berbeda ketika ditayangkan di layar lebar bioskop. Ia menekankan bahwa layar bioskop memiliki resolusi tinggi, 2K, yang memperlihatkan detail sekecil apapun, bahkan pori-pori.

Menurut Hanung, banyak animator membuat animasi AI yang tampak memukau di platform seperti YouTube dan media sosial karena resolusi yang kecil. Namun, tantangan muncul ketika animasi tersebut harus di-render dalam resolusi 4K untuk layar lebar. Proses rendering 4K membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan bisa mencapai beberapa minggu untuk satu menit animasi, karena membutuhkan komputer dengan spesifikasi tinggi.

Hanung meyakini bahwa kualitas animasi yang dihasilkan AI dan terlihat bagus di perangkat seluler akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan pengalaman menonton di bioskop. Ia mempertanyakan kemampuan AI untuk menghasilkan animasi 4K yang layak untuk layar lebar.

Ia menambahkan, untuk membuat film animasi 4K, dibutuhkan komputer khusus untuk proses rendering sebelum diubah menjadi 2K untuk penayangan di bioskop. Inilah mengapa Hanung merasa tidak adil membandingkan kualitas film yang dibuat dengan teknologi 4K dengan film yang dibuat dengan AI.

Sebagai contoh, saat membuat "Adit Sopo Jarwo The Movie", proses rendering dilakukan di Kazakhstan karena keterbatasan fasilitas di Indonesia pada saat itu. Hal ini menunjukkan betapa kompleks dan mahalnya proses pembuatan film animasi berkualitas tinggi.

Hanung menyimpulkan bahwa perbandingan kualitas antara animasi AI dan animasi tradisional 4K seringkali tidak adil karena perbedaan teknologi dan tuntutan visual pada layar yang berbeda.

Scroll to Top