Ketua Komisi X DPR RI, Willy Aditya, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kewajiban membayar royalti saat memutar lagu berlisensi di acara pernikahan. Menurutnya, pemutaran lagu di acara pernikahan seharusnya dipandang sebagai kegiatan sosial yang tidak mengandung unsur komersial.
Willy menekankan bahwa acara pernikahan tidak seharusnya dihadapkan dengan ancaman pembayaran royalti karena sifatnya yang non-komersial. Ia juga menyuarakan dukungannya terhadap revisi Undang-Undang Hak Cipta, yang menurutnya, polemik royalti lagu telah menimbulkan dampak sosial dan hukum yang kurang selaras dengan budaya gotong royong dan musyawarah Indonesia.
Menurutnya, pengaturan yang jelas dan tegas mengenai royalti lagu sangat diperlukan. Revisi UU Hak Cipta saat ini sedang dalam pembahasan di DPR, dan Komisi X DPR RI diharapkan dapat bijaksana dalam menempatkan kepentingan bangsa dalam perubahan undang-undang tersebut.
Willy menegaskan pentingnya menghormati hak cipta, namun tidak semua aspek kehidupan perlu dikomersialkan, mengingat manusia juga hidup dalam lingkungan sosial.
Pandangan ini berbeda dengan Wahana Musik Indonesia (WAMI) yang berpendapat bahwa pesta pernikahan yang memutar atau menyanyikan lagu komersial wajib membayar royalti. Menurut WAMI, pemutaran atau penyanyian musik berhak cipta di pesta pernikahan dianggap sebagai penggunaan di ruang publik sehingga royalti harus dibayarkan kepada pencipta lagu.