Kenaikan PBB di Cirebon Picu Protes Warga, DPRD dan Pemerintah Kota Turun Tangan

Gelombang protes mengguncang Kota Cirebon, Jawa Barat, dipicu oleh lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang signifikan sejak tahun lalu. Kenaikan yang mencapai hingga 1000 persen ini membuat sejumlah warga merasa keberatan dan menuntut solusi dari pemerintah daerah.

Darma Suryapranata, seorang warga Siliwangi, menjadi salah satu contoh nyata dampak kenaikan PBB ini. PBB rumahnya melonjak drastis dari Rp6,2 juta menjadi Rp65 juta. Kondisi ini memicu diskusi di kalangan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi, di mana mereka menyuarakan ketidaksetujuan atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 yang menjadi dasar kenaikan PBB.

Juru bicara Paguyuban Pelangi, Hetta Mahendrati, mendesak Pemerintah Kota Cirebon untuk mengembalikan tarif PBB seperti tahun 2023. Menurutnya, banyak warga lain yang mengalami nasib serupa, bahkan ada yang kenaikannya mencapai 700 persen.

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menyatakan bahwa pemerintah kota telah membahas persoalan ini dan akan mengkaji ulang aturan terkait kenaikan PBB. Tujuannya adalah agar kebijakan tersebut tidak memberatkan masyarakat.

Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, menambahkan bahwa pihaknya berupaya merevisi Perda nomor 1 tahun 2024. Revisi ini diharapkan dapat menekan besaran perkalian tarif dasar PBB sehingga tidak terlalu tinggi. DPRD menargetkan proses revisi ini dapat diselesaikan pada September mendatang.

Di tingkat nasional, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menggelar rapat dengan seluruh kepala daerah untuk mendata kenaikan PBB di berbagai wilayah. Langkah ini diambil setelah polemik serupa terjadi di daerah lain. Mendagri mengimbau kepala daerah untuk mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat sebelum menetapkan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan PBB.

Scroll to Top