Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel), Anang Supriatna, akhirnya memberikan penjelasan terkait mengapa Ketua Umum Solmet, Silfester Matutina, belum dieksekusi meskipun kasusnya telah berkekuatan hukum tetap sejak 2019.
Anang, yang kini menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), menyatakan bahwa saat dirinya menjabat sebagai Kajari, surat perintah eksekusi telah diterbitkan. Namun, pelaksanaan eksekusi terhambat karena yang bersangkutan sempat menghilang.
"Perintah eksekusi sudah dilakukan setelah putusan inkrah. Namun, saat itu eksekusi gagal dilakukan karena yang bersangkutan sempat tidak diketahui keberadaannya," ungkap Anang.
Lebih lanjut, Anang menambahkan bahwa setelah upaya pencarian tidak membuahkan hasil, Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Situasi pandemi ini menyebabkan pembatasan aktivitas dan kegiatan, termasuk eksekusi narapidana.
Anang juga membantah adanya intervensi politik yang menghalangi penahanan Silfester. Ia menegaskan bahwa penundaan eksekusi murni disebabkan oleh faktor pandemi Covid-19.
"Saat itu, jangankan memasukkan orang ke penjara, narapidana yang sudah di dalam saja harus dibebaskan," jelasnya.
Sebelumnya, berbagai pihak, termasuk Komisi Kejaksaan (Komjak) dan mantan Menko Polhukam Mahfud MD, mempertanyakan lambannya Kejaksaan dalam mengeksekusi penahanan Silfester.
Mahfud MD bahkan menegaskan bahwa masa eksekusi vonis terhadap Silfester Matutina belum kedaluwarsa, sehingga Kejaksaan seharusnya dapat segera melakukan penahanan.
Kasus ini bermula dari laporan Solihin Kalla, putra Jusuf Kalla, pada tahun 2017 terkait orasi Silfester yang dianggap mencemarkan nama baik dan melakukan fitnah.
Dalam orasinya, Silfester menuding Wakil Presiden Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester divonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, hukuman Silfester diperberat menjadi 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun, hingga kini putusan kasasi tersebut belum dieksekusi. Terakhir, Silfester mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.