Gugatan Triliunan Rupiah Menyeret Hary Tanoesoedibjo ke Pengadilan

JAKARTA – Sebuah gugatan dengan nilai fantastis, Rp119,85 triliun lebih, diajukan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) terhadap tokoh bisnis ternama, Hary Tanoesoedibjo, dan entitas bisnisnya di masa lalu, PT Bhakti Investama Tbk. Gugatan ini terkait dengan dugaan penyerahan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang bermasalah pada transaksi yang terjadi di tahun 1999.

Menurut perwakilan hukum CMNP, persoalan bermula ketika NCD senilai USD 28 juta yang diterima dari Hary Tanoe gagal dicairkan. Penyebabnya, bank penerbit, Unibank, telah dinyatakan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha sejak tahun 2001. Pihak CMNP mengklaim kerugian materiil mencapai Rp103,46 triliun, serta kerugian immateriil sebesar Rp16,38 triliun akibat dampak negatif pada reputasi perusahaan di mata investor dan masyarakat.

CMNP menyatakan bahwa upaya mediasi telah ditempuh sebelum membawa kasus ini ke pengadilan, namun tidak membuahkan hasil. Selain gugatan perdata, laporan pidana terhadap Hary Tanoe juga sedang dalam proses investigasi oleh Polda Metro Jaya, dengan dugaan pemalsuan NCD dan tindak pidana pencucian uang menjadi fokus utama.

Inti permasalahan ini berasal dari kesepakatan pertukaran instrumen keuangan yang terjadi pada Mei 1999. CMNP menyerahkan Medium Term Note dan obligasi senilai Rp352,5 miliar, sementara Hary Tanoe memberikan NCD dalam dua tahap. CMNP berpendapat bahwa NCD tersebut memiliki cacat hukum karena tidak sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia tahun 1988, yaitu diterbitkan dalam mata uang dolar AS, bukan rupiah, dan memiliki jangka waktu lebih dari 24 bulan.

Merespons gugatan tersebut, perwakilan MNC membantah tuduhan yang dialamatkan kepada Hary Tanoesoedibjo. Mereka menyatakan bahwa Hary Tanoe hanya bertindak sebagai perantara dalam transaksi tersebut, dan tidak ada keterkaitan dengan MNC Asia Holding.

Gugatan dengan nilai yang hampir setara dengan 8% dari APBN tahun 2025 ini menjadi sorotan, bukan hanya sebagai sengketa bisnis biasa, tetapi juga sebagai pertaruhan besar bagi reputasi dan kekuatan hukum di sektor korporasi Indonesia.

Scroll to Top