Israel Gempur Gaza, Ratusan Warga Tewas di Tengah Ambisi "Israel Raya" Netanyahu

Jakarta – Militer Israel terus menggempur Kota Gaza, Palestina, memicu gelombang kekhawatiran global. Serangan ini terjadi di tengah ambisi Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu untuk mewujudkan "Israel Raya".

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, dalam 24 jam terakhir, 123 warga Palestina tewas akibat serangan Israel. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dalam serangkaian serangan selama seminggu terakhir, menambah daftar panjang korban jiwa dalam perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.

Netanyahu sebelumnya menyatakan visinya untuk "Israel Raya," sejalan dengan pandangan yang pernah digaungkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Ia mengisyaratkan bahwa warga Palestina harus meninggalkan wilayah tersebut, meskipun dengan dalih "diizinkan keluar" dan bukan diusir.

Pernyataan Netanyahu menuai kecaman keras dari para pemimpin Arab dan dunia, yang khawatir akan terulangnya tragedi "Nakba" pada tahun 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina terusir dari tanah air mereka.

Penduduk Gaza melaporkan bahwa pesawat dan tank Israel menggempur wilayah timur Kota Gaza, menghancurkan banyak rumah di lingkungan Zeitoun dan Shejaia. Rumah Sakit Al-Ahli mencatat 12 orang tewas dalam serangan udara di sebuah rumah di Zeitoun. Tank Israel juga menghancurkan beberapa rumah di timur Khan Younis, sementara di pusat kota, tembakan Israel menewaskan sembilan orang yang sedang mencari bantuan dalam dua insiden terpisah.

Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memprihatinkan. Kementerian Kesehatan wilayah tersebut melaporkan delapan orang meninggal dunia akibat kelaparan dan malnutrisi dalam 24 jam terakhir, termasuk tiga anak-anak.

Di tengah situasi yang genting ini, negosiator Hamas, Khalil Al-Hayya, dijadwalkan bertemu dengan para pejabat Mesir di Kairo. Fokus utama pembicaraan adalah mengupayakan penghentian perang, penyaluran bantuan kemanusiaan, dan mengakhiri penderitaan warga Gaza.

Sumber keamanan Mesir mengungkapkan bahwa perundingan tersebut juga akan membahas kemungkinan gencatan senjata komprehensif yang akan membuat Hamas melepaskan kendali di Gaza dan menyerahkan persenjataannya. Seorang pejabat Hamas menyatakan bahwa kelompok tersebut terbuka terhadap semua usulan jika Israel mengakhiri perang dan menarik diri dari Gaza. Namun, pejabat tersebut menegaskan bahwa "meletakkan senjata sebelum pendudukan dihentikan adalah hal yang mustahil."

Konflik ini bermula pada 7 Oktober 2023, ketika militan yang dipimpin Hamas menyerbu Israel selatan, menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 orang. Serangan tersebut diklaim sebagai balasan atas penjajahan dan diskriminasi yang dilakukan Israel, terutama karena serangan ke Masjid Al-aqsa.

Serangan Israel di Gaza sejak saat itu telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina. Sementara itu, Netanyahu menghadapi tekanan internal yang besar, termasuk demonstrasi besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya karena kasus korupsi yang menjeratnya.

Scroll to Top