Kasus dugaan beras oplosan yang menjerat PT Food Station memasuki babak baru. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, sempat menyampaikan permohonan agar Bareskrim Polri tidak menyita mesin produksi beras milik Food Station. Alasannya, penyitaan dikhawatirkan akan mengganggu pasokan beras untuk warga Jakarta.
Pramono menekankan pentingnya Food Station sebagai penyedia utama beras di ibu kota. Ia meyakini bahwa jika mesin produksi tidak dapat beroperasi, ketersediaan beras di Jakarta akan terancam. Meski demikian, Pramono memastikan stok beras saat ini masih dalam kondisi aman. Ia juga mendorong jajaran direksi baru Food Station untuk bekerja secara profesional.
Menanggapi hal tersebut, Bareskrim Polri memberikan klarifikasi. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Brigjen Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa penyitaan mesin produksi merupakan bagian dari proses penyidikan. Namun, ia menegaskan bahwa Food Station tetap diperbolehkan untuk memproduksi beras.
"Barang bukti kan disita, tapi boleh memproduksi nggak masalah, kami nggak melarang," ujar Helfi. Ia menambahkan bahwa penyitaan tidak akan menghambat produksi beras, dan mesin tetap dapat digunakan sesuai standar mutu dan volume yang ditetapkan.
Kasus ini bermula ketika Bareskrim menetapkan tiga orang tersangka dari PT Food Station terkait dugaan pelanggaran standar mutu beras. Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama Food Station, Direktur Operasional Food Station, dan Kepala Seksi Quality Control Food Station.
Modus dugaan pelanggaran adalah memproduksi dan memperdagangkan beras premium yang tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dalam SNI Beras Premium Nomor 6128:2020, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31 Tahun 2017, dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. PT Food Station diduga memproduksi beras dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Beras Setra Pulen yang tidak memenuhi standar mutu.