Jerman Mengecam Rencana Ekspansi Permukiman Israel di Tepi Barat

Berlin dengan tegas menolak rencana Israel untuk membangun ribuan rumah baru di Tepi Barat. Pemerintah Jerman mendesak Israel untuk segera menghentikan pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Palestina tersebut.

Kementerian Luar Negeri Jerman menyatakan penolakan kerasnya atas pengumuman pemerintah Israel mengenai ribuan permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki.

Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mendukung pembangunan 3.400 rumah di area E1, wilayah kontroversial di Tepi Barat. Smotrich juga menyerukan aneksasi Tepi Barat sebagai respons terhadap rencana beberapa negara untuk mengakui negara Palestina.

Israel telah lama berambisi membangun permukiman di lahan sensitif di Yerusalem Timur, yang dikenal sebagai E1. Rencana ini telah tertunda selama beberapa dekade akibat tentangan dari komunitas internasional.

Permukiman Israel di Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional. Pembangunan rumah baru di lahan seluas sekitar 12 kilometer persegi itu dikhawatirkan akan menghancurkan harapan terbentuknya negara Palestina yang merdeka di masa depan, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Area E1 terletak di antara kota kuno dan permukiman Yahudi Maale Adumim, dekat dengan rute yang menghubungkan bagian utara dan selatan wilayah Palestina. Terdapat juga rencana untuk memperluas tembok pemisah Israel agar mencakup area tersebut.

Smotrich menyatakan bahwa pekerjaan akan dimulai untuk membangun permukiman yang telah lama tertunda yang akan membagi Tepi Barat dan memisahkannya dari Yerusalem Timur. Langkah ini disebut akan "mengubur" gagasan negara Palestina.

Smotrich menyerukan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menerapkan kedaulatan Israel di Yudea dan Samaria, meninggalkan gagasan pembagian negara, dan memastikan para pemimpin Eropa tidak memiliki alasan lagi untuk mengakui Palestina.

Prancis dan Inggris termasuk di antara negara-negara yang telah mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum PBB pada September mendatang. Negara-negara tersebut menyatakan pengakuan tersebut bertujuan untuk menjaga solusi dua negara tetap hidup.

Scroll to Top