Tekanan AS pada Impor Minyak Rusia ke India: Balasan Moskow Mengintai?

Permintaan Amerika Serikat (AS) kepada India untuk menghentikan impor minyak Rusia, yang berpotensi mengancam pendapatan Rusia hingga miliaran dolar, memicu kekhawatiran akan aksi balasan dari Moskow. India, sebagai importir minyak mentah terbesar ketiga di dunia, menjadi pasar vital bagi minyak Rusia sejak 2022, dengan volume mencapai 2 juta barel per hari atau sekitar 2% dari pasokan global.

Jika India mengurangi impor minyak Rusia secara signifikan, Kremlin mungkin mempertimbangkan untuk membalas dengan menghentikan operasi pipa minyak CPC (Caspian Pipeline Consortium) dari Kazakhstan. Pipa ini penting karena perusahaan-perusahaan minyak raksasa AS seperti Chevron dan Exxon memiliki saham besar di sana. Aksi ini berpotensi menciptakan guncangan baru dalam pasokan minyak global.

Ancaman tarif dari AS, bahkan hingga 100% bagi negara-negara pengimpor minyak Rusia yang tidak mencapai kesepakatan damai dengan Ukraina, semakin menambah ketegangan. Saat ini, India telah menetapkan tarif 50% untuk impor minyak Rusia.

Sejak tahun 2022, India meningkatkan impor minyak dari Rusia secara dramatis, menggantikan peran Eropa yang memberlakukan larangan terhadap minyak Rusia akibat invasi ke Ukraina. Rosneft, perusahaan minyak raksasa Rusia, memiliki saham signifikan di salah satu kilang minyak terbesar di India. Saat ini, India bergantung pada impor minyak Rusia sebesar 35%, dengan nilai mencapai USD50,2 miliar pada tahun anggaran 2024-2025.

Menghentikan aliran minyak ini akan membutuhkan penyesuaian besar pada pola perdagangan minyak global. India mengimpor berbagai jenis minyak Rusia dari berbagai wilayah, termasuk Urals dari pelabuhan barat, ESPO dan Sokol dari Pasifik, serta minyak dari Arktik. Urals akan menjadi yang paling terpukul jika India berhenti membeli, karena negara tersebut menampung hingga 70% volume ekspornya.

Meskipun India menyatakan mampu mencari sumber pasokan alternatif, menggantikan volume dan kualitas minyak Rusia tidak akan mudah. India mungkin perlu meningkatkan impor dari AS dan Timur Tengah atau mengurangi kapasitas penyulingan. Hal ini berpotensi menyebabkan lonjakan harga diesel, terutama di Eropa yang mengimpor bahan bakar dari India.

Sanksi internasional telah menekan pendapatan minyak Rusia, memaksa negara tersebut menjual minyak dengan diskon. Pendapatan minyak dan gas Rusia turun 33,7% year-on-year pada bulan Juni, mencapai level terendah sejak Januari 2023. Penurunan ini diperkirakan akan berlanjut di bulan Juli akibat harga minyak global yang lebih lemah dan rubel yang kuat.

Jika India menghentikan pembelian, perusahaan-perusahaan Rusia mungkin terpaksa menyimpan minyak di kapal tanker, menanggung biaya pengiriman tambahan, dan menawarkan diskon yang lebih besar kepada pembeli baru. Kehilangan ekspor 2 juta barel per hari juga dapat mendorong Rusia untuk mengurangi produksi minyak dari level saat ini sebesar 9 juta barel per hari.

Sebagai alternatif, Rusia dapat mengalihkan sekitar 0,8 juta barel per hari minyak ke negara-negara seperti Mesir, Malaysia, Pakistan, Peru, Brunei, Afrika Selatan, dan Indonesia.

Namun, Moskow juga dapat memilih untuk mengganggu aliran pipa CPC, yang melintasi wilayah Rusia dan telah menjadi sumber konflik di masa lalu. Perusahaan-perusahaan minyak Barat mengirimkan hingga 1 juta barel per hari melalui CPC. Jika aliran CPC dihentikan, harga minyak global dapat melonjak di atas USD80 per barel.

Penghentian gabungan aliran CPC dan impor Rusia ke India akan menciptakan gangguan sebesar 3,5 juta barel per hari atau 3,5% dari pasokan global.

Menjatuhkan sanksi kepada eksportir minyak terbesar kedua di dunia tanpa meningkatkan harga minyak adalah tantangan besar. Administrasi AS kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa upaya untuk menekan Rusia dapat berdampak pada pasar energi global.

Scroll to Top