KPK Usut Dugaan Penghilangan Bukti Korupsi Kuota Haji 2024, Bos Maktour Terancam Dipanggil!

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap indikasi kuat adanya upaya menghilangkan barang bukti dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Temuan ini muncul setelah penggeledahan di kantor Maktour Travel.

Meskipun belum merinci jenis barang bukti yang dimaksud, KPK menegaskan tidak akan ragu menjerat pihak-pihak yang terbukti menghalangi proses penyidikan, termasuk melalui penghilangan barang bukti, dengan pasal obstruction of justice.

KPK membuka peluang untuk memanggil pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur, guna dimintai keterangan lebih lanjut. Saat ini, Fuad termasuk dalam daftar pihak yang dicegah bepergian ke luar negeri, bersama dengan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan mantan Staf Khususnya, Ishfah Abidal Aziz. Langkah ini diambil untuk memastikan kelancaran proses penyidikan.

"Pemanggilan dan pemeriksaan akan dilakukan. KPK telah melakukan pencegahan ke luar negeri agar pihak terkait bisa mengikuti proses penyidikan dengan baik," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini telah ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. KPK memperkirakan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Angka ini berasal dari perhitungan internal KPK yang telah didiskusikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kasus ini bermula dari penambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah dari Arab Saudi, yang kemudian dibagi dua untuk haji reguler dan haji khusus. KPK menduga pengalihan setengah kuota tambahan untuk haji khusus tidak sesuai dengan Undang-Undang Haji yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8% dari total kuota.

KPK tengah mendalami pihak yang bertanggung jawab atas penyusunan Surat Keputusan (SK) pengaturan kuota haji tambahan tersebut. Selain itu, KPK juga mencurigai adanya aliran dana kepada oknum di Kementerian Agama (Kemenag) saat itu, dengan perkiraan fee antara 2.600 hingga 7.000 USD per kuota.

"Kami sedang menghitung fee-nya berapa. Kisaran antara 2.600 sampai 7.000 USD per kuota," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

KPK menegaskan akan terus mengusut tuntas kasus ini dan akan memberikan informasi terbaru sebagai bentuk transparansi dalam penegakan hukum.

Scroll to Top