Kenaikan PBB di Blitar Bikin Warga Gelisah: Lebih Tinggi dari Pati?

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, menjadi sorotan utama dan memicu keluhan dari masyarakat. Tagihan pajak yang melonjak drastis, bahkan mencapai tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, membuat warga terkejut dan merasa terbebani. Ironisnya, kenaikan ini disebut-sebut melebihi persentase kenaikan di Kabupaten Pati, yang sempat ramai diperbincangkan.

Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah, Roni Arif Satriawan, mengakui adanya penyesuaian tarif PBB. Namun, ia menekankan bahwa kenaikan tidak terjadi secara merata di seluruh wilayah. Menurutnya, perubahan ini adalah konsekuensi dari pembaruan data objek pajak sesuai amanat undang-undang pemerintah pusat.

"Kenaikan bersifat parsial. Desa-desa yang aktif dalam kegiatan Sismiop, pembaruan NJOP, dan pendataan bangunan bersama, mengalami kenaikan. Wilayah lain relatif stabil," jelas Roni.

Proses pemutakhiran Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (SISMIOP) di beberapa desa atau kelurahan tertentu menjadi penyebab utama. Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) secara otomatis berdampak pada peningkatan PBB di daerah tersebut.

"Secara keseluruhan, kenaikan PBB dari 2024 ke 2025 hanya 1,4 persen. Ada 3 desa yang terlibat Sismiop, 13 desa memperbarui NJOP, dan 12 desa melakukan pendataan bangunan bersama," tambahnya.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak warga merasakan kenaikan yang jauh lebih tinggi dari angka yang disampaikan pemerintah. Seorang warga Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Garum, mengaku kaget saat melihat tagihan PBB-nya melonjak tajam.

"Biasanya PBB saya sekitar Rp10 ribu per tahun. Tahun 2024 naik sedikit jadi Rp13 ribu. Tapi saat ramai kasus kenaikan pajak di Pati, saya cek ke Bapenda, ternyata jadi Rp55 ribu," ungkapnya.

Warga Tawangsari-Garum menyayangkan kurangnya sosialisasi terkait kenaikan PBB ini. Seharusnya, ada pemberitahuan resmi atau pertemuan di tingkat desa agar masyarakat siap menghadapi perubahan kebijakan.

Berkaca pada kasus di Kabupaten Pati, Bupati Pati sebelumnya telah mengadakan rapat bersama Paguyuban Solidaritas Kepala dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) dan menyepakati kenaikan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar ±250 persen.

"Saya hitung dan bandingkan dengan Pati, ternyata kenaikan di Kabupaten Blitar lebih besar, mencapai 300 persen. Tentu ini membebani pengeluaran, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Seharusnya ada sosialisasi terlebih dahulu. Kenaikan secara diam-diam seperti ini lebih parah dari kasusnya Bupati Pati," lanjutnya.

Meskipun Pemerintah Kabupaten Blitar mengklaim kenaikan bersifat parsial, pengalaman warga menunjukkan adanya lonjakan signifikan. Pemerintah Kabupaten Blitar tampaknya tidak belajar dari pengalaman Kabupaten Pati, bahwa pajak adalah isu yang sensitif. Seharusnya, sebelum menaikkan pajak, perlu dilakukan kajian mendalam dan sosialisasi yang efektif demi menjaga kepercayaan masyarakat.

Scroll to Top