Awalnya hanyalah kawasan hunian biasa, Crescent Park kini perlahan berubah wajah sejak kedatangan Mark Zuckerberg. Kisah ini bukan tentang inovasi teknologi, melainkan tentang bagaimana sang pendiri Facebook itu mengakuisisi lingkungan tempat tinggalnya.
Sejak 14 tahun lalu, satu per satu tetangga Zuckerberg memilih untuk pindah. Alasannya? Zuckerberg dilaporkan telah membeli 11 rumah di sekitar propertinya. Nilai transaksi ini fantastis, mencapai lebih dari Rp 1,7 triliun. Bahkan, harga yang ditawarkan bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari nilai properti sebenarnya.
Beberapa rumah dibiarkan kosong, sementara lima properti disulap menjadi kompleks mewah untuk Zuckerberg, istrinya Priscilla Chan, dan ketiga putri mereka. Di sana, berdiri megah rumah utama, rumah tamu, taman yang rimbun, lapangan pickleball, dan kolam renang. Semuanya dikelilingi pagar tanaman tinggi yang menjulang. Salah satu bangunan kosong bahkan difungsikan sebagai tempat hiburan dan pesta outdoor.
Ironisnya, properti lain digunakan sebagai sekolah swasta untuk 14 anak, sebuah pelanggaran terhadap peraturan tata ruang kota. Di bawah kompleks tersebut, Zuckerberg membangun ruang bawah tanah seluas 650 meter persegi. Proyek ambisius ini memakan waktu delapan tahun dan mengganggu kenyamanan lingkungan dengan kebisingan dan lalu lalang peralatan berat.
Pengawasan ketat juga menjadi sorotan. Kamera-kamera terpasang di rumah Zuckerberg, mengarah ke properti tetangga. Tim keamanan berjaga di dalam mobil, merekam pengunjung, dan menanyai orang-orang yang berjalan di trotoar umum.
Meskipun juru bicara Zuckerberg mengklaim bahwa pasangan ini telah berupaya untuk bersikap baik kepada tetangga, banyak yang merasa kesal. Zuckerberg dinilai seakan menjajah lingkungan tersebut.
"Tidak ada lingkungan yang ingin dijajah. Tapi itulah yang mereka lakukan," ungkap salah seorang tetangga yang rumahnya dikepung oleh tiga properti Zuckerberg.
Palo Alto memang menjadi rumah bagi Zuckerberg. Ia pertama kali membeli rumah di Crescent Park pada tahun 2011. Namun, kekhawatiran tetangga mulai memuncak ketika ia membeli empat rumah lagi pada tahun 2012 dan 2013, membentuk huruf ‘L’ di sekitar rumah pertamanya. Kemudian, pada tahun 2022, ia diam-diam membeli enam rumah tambahan.
Kisah ini memunculkan pertanyaan: seberapa jauh seseorang dapat melangkah dalam membangun imperium pribadi, bahkan jika itu berarti mengubah lanskap sosial dan kenyamanan lingkungan sekitar?