Pergolakan masyarakat Pati, Jawa Tengah, terhadap kebijakan Bupati Sudewo terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% ternyata bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Akar perlawanan ini jauh lebih dalam, tertanam dalam sejarah panjang perjuangan masyarakat Pati yang menolak ketidakadilan.
Bibit Perlawanan yang Mengakar
Penolakan warga Pati terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan ini, ternyata terinspirasi dari nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh Samin Surosentiko, tokoh yang gigih menentang penindasan di masa kolonial. Ajaran Saminisme yang menekankan kesederhanaan, kejujuran, dan perlawanan tanpa kekerasan, masih relevan hingga kini.
Selain itu, fenomena golput yang mencolok pada Pilkada Pati tahun 2011 juga menjadi indikasi bahwa masyarakat Pati memiliki sikap kritis terhadap sistem politik dan pemerintahan yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Aksi Demonstrasi yang Menggema
Aksi demonstrasi yang dilakukan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu pada 13 Agustus lalu menjadi puncak kemarahan warga. Mereka merasa terpanggil untuk menyuarakan aspirasi dan menuntut keadilan. Dukungan pun mengalir dari berbagai penjuru, baik dari dalam maupun luar daerah.
Meskipun sempat dicap sebagai "massa bayaran", semangat gotong royong dan solidaritas warga Pati justru semakin menguat. Mereka mengumpulkan donasi berupa makanan, minuman, dan logistik lainnya untuk mendukung aksi demonstrasi.
Dari Samin hingga Generasi Kini
Perlawanan masyarakat Pati ini menjadi bukti bahwa semangat perjuangan untuk membela kebenaran dan keadilan tidak pernah padam. Nilai-nilai yang diwariskan oleh Samin Surosentiko terus menginspirasi generasi muda Pati untuk berani melawan segala bentuk penindasan.
Sosiolog Ronald Adam, bahkan meyakini, demonstrasi tersebut menegaskan bahwa warga Pati secara umum sedari dulu punya nuansa perlawanan yang kuat terhadap sistem yang menindas.
Akankah Aksi Pati Menular?
Kenaikan PBB-P2 juga terjadi di sejumlah daerah lain. Namun, belum tentu aksi serupa akan terjadi. Ronald Adam berpendapat bahwa "sumbu perlawanan" di Pati berbeda dengan daerah lain. Sejarah panjang perlawanan dan memori kolektif sebagai masyarakat dengan tradisi perlawanan yang kuat, membuat aksi di Pati begitu bergelora.
Luka dan Harapan
Aksi demonstrasi 13 Agustus lalu meninggalkan luka bagi sebagian warga Pati. Namun, semangat untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan tidak akan surut. Masyarakat Pati berharap agar pemerintah daerah dapat lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan dan mendengarkan aspirasi rakyat.
Artikel ini mencoba untuk menceritakan kisah perlawanan masyarakat Pati dari berbagai sudut pandang, mulai dari sejarah, budaya, hingga kondisi sosial politik. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang akar permasalahan dan semangat perjuangan yang membara di Pati.