Hizbullah Tegaskan Tak Akan Serahkan Senjata Selama Israel Masih Ada

BEIRUT – Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon, Naim Qassem, dengan tegas menyatakan bahwa kelompoknya tidak akan menyerahkan persenjataan mereka selama Israel masih eksis. Penegasan ini disampaikan dalam pidato yang disiarkan televisi pada peringatan 40 hari wafatnya Imam Hussein di Baalbek, Lebanon timur.

Peringatan ini menandai akhir masa berkabung 40 hari untuk Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad, yang gugur dalam pertempuran pada tahun 680. Setiap tahun, puluhan ribu peziarah Syiah berbondong-bondong ke Karbala, Irak, untuk memperingati ritual ini, salah satu peristiwa keagamaan terbesar di dunia Syiah.

"Perlawanan tidak akan meletakkan senjata selama pendudukan Israel terus berlangsung. Kami siap berjuang, layaknya pertempuran Karbala, melawan proyek Israel-Amerika, apapun risikonya," kata Qassem dengan nada lantang.

Qassem juga melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah Lebanon, menyalahkan mereka atas konflik internal dan kelalaian dalam mempertahankan tanah air.

"Hentikan agresi dan usir Israel dari Lebanon," tegas Qassem kepada pemerintah.

Terkait upaya pelucutan senjata Hizbullah dan konsolidasi persenjataan di bawah kendali negara, Qassem menyatakan kesiapan untuk bekerja sama penuh dalam diskusi mengenai keamanan nasional dan strategis.

Namun, ia memperingatkan bahwa protes jalanan terhadap pelucutan senjata dapat meningkat, bahkan berpotensi menyasar Kedutaan Besar AS di Beirut.

Pernyataan keras ini muncul setelah Kabinet Lebanon, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, menugaskan militer untuk menyusun rencana pelucutan senjata penuh dan mendukung proposal yang didukung AS, yang menyerukan kendali eksklusif negara atas seluruh persenjataan di negara itu.

Langkah kontroversial ini mendapat penolakan keras dari Hizbullah, yang menyebut rencana tersebut sebagai "kesalahan besar" dan menegaskan penolakannya untuk mematuhi.

Ketegangan di wilayah ini meningkat setelah Israel melancarkan serangan militer di Lebanon pada 8 Oktober 2023, yang kemudian berubah menjadi perang skala penuh pada September 2024, menyebabkan ribuan korban jiwa dan luka-luka.

Meskipun gencatan senjata telah dicapai pada bulan November, pasukan Israel terus melakukan serangan hampir setiap hari di Lebanon selatan, dengan dalih menargetkan aktivitas Hizbullah.

Berdasarkan gencatan senjata, Israel seharusnya menarik diri sepenuhnya dari Lebanon selatan pada 26 Januari, namun batas waktu tersebut diperpanjang hingga 18 Februari setelah Tel Aviv menolak mematuhi. Israel masih mempertahankan kehadiran militer di beberapa pos perbatasan.

Scroll to Top