Lebih dari 680 hari setelah konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi kritik tajam dari mantan pejabat militer dan politik Israel. Mereka menuding Netanyahu membawa Israel menuju kehancuran karena kegagalan mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas.
Gadi Eisenkot, mantan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Israel, secara terbuka mengecam kepemimpinan Netanyahu. Ia menilai, kurangnya ketegasan dan penolakan untuk mengambil keputusan sulit, yang didorong oleh kepentingan pribadi dan politik, telah menyeret Israel ke ambang kehancuran. Eisenkot juga mengakui kegagalan Israel dalam mencapai tujuan perang melawan Hamas sejak Oktober 2023.
Eisenkot menyerukan warga Israel untuk berpartisipasi dalam aksi mogok massal yang diorganisir oleh keluarga para tawanan. Aksi ini bertujuan untuk menekan pemerintah agar segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. Media Israel melaporkan bahwa aksi mogok tersebut diperkirakan akan diikuti oleh hampir satu juta orang di Tel Aviv dan puluhan ribu lainnya di seluruh Israel.
Protes terhadap Netanyahu dan kabinet perangnya semakin meluas di wilayah pendudukan. Mereka dituduh menggagalkan upaya pembebasan tawanan, yang sebagian besar diyakini telah tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza.
Ehud Barak, mantan Perdana Menteri Israel, juga mengecam Netanyahu, menyebutnya sebagai pembohong yang lebih mementingkan keselamatan pribadi dan kelangsungan politik daripada keamanan negara. Barak menuduh Netanyahu melancarkan "perang yang sia-sia" untuk menghindari persidangan korupsi dan krisis terkait undang-undang wajib militer bagi kelompok Haredim ultra-Ortodoks.
Barak juga menuding Netanyahu telah menyesatkan mantan Presiden AS Donald Trump, meyakinkannya bahwa Israel hanya memiliki dua pilihan: menyerah kepada Hamas atau terus berperang sampai semua pejuangnya tersingkir.
Konflik yang berkepanjangan ini, menurut Barak, justru menguntungkan Hamas. Ia berpendapat bahwa Israel akan semakin terperosok di Gaza dan tidak akan mampu melenyapkan gerakan tersebut dengan cara ini.
Sejak 7 Oktober 2023, perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 61.897 orang dan melukai 155.660 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, ribuan orang masih hilang dan diperkirakan tewas di bawah reruntuhan. Agresi Israel juga mengakibatkan pengungsian paksa hampir dua juta orang dari seluruh Jalur Gaza, menciptakan krisis kemanusiaan yang parah.