Polemik Royalti Musik: Pengusaha Resah, DPR Turun Tangan

Kasus Mie Gacoan di Bali yang membayar royalti musik sebesar Rp 2 miliar memicu gelombang protes dan pertanyaan di kalangan pengusaha. Perubahan signifikan terjadi di berbagai tempat usaha, mulai dari restoran hingga pusat perbelanjaan, akibat ketidakjelasan dan keberatan terhadap sistem royalti musik yang berlaku.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi B. Sukamdani, menyoroti kurangnya transparansi dalam penentuan tarif royalti. Ia mencontohkan tarif rata-rata Rp 120 ribu per kursi per tahun yang dibebankan kepada restoran, yang menimbulkan skeptisisme di kalangan pengusaha. Pertanyaan utama adalah apakah tarif tersebut mencakup seluruh pengguna musik, termasuk pusat perbelanjaan, tempat karaoke, restoran, dan kafe.

Selain itu, pengusaha juga mengkritik cara pemungutan royalti yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Haryadi bahkan menyebut praktik penagihan royalti tersebut mirip dengan tindakan premanisme.

PHRI telah memberikan panduan kepada anggotanya untuk membayar royalti jika ingin memutar musik, atau mematikan musik jika merasa keberatan. PHRI juga mendesak agar sanksi pidana dihapuskan dan diganti dengan sanksi perdata. Menurut PHRI, polemik royalti ini adalah masalah keperdataan yang seharusnya tidak menimbulkan kasus seperti yang dialami Mie Gacoan. PHRI mengkhawatirkan interpretasi Undang-Undang yang bias dan tidak jelas, terutama di era media sosial.

Menanggapi keresahan ini, DPR RI turun tangan. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan polemik royalti lagu. Ia berjanji pengumuman mengenai penyelesaian royalti ini akan disampaikan dalam waktu dekat.

Dasco menilai bahwa kebijakan royalti saat ini telah melampaui batas kewajaran. Ia menekankan bahwa hak cipta seharusnya diperuntukkan bagi pencipta lagu. Dasco meminta para pelaku usaha dan masyarakat untuk tidak khawatir memutar lagu sambil menunggu pengumuman resmi dari DPR.

Lebih lanjut, Dasco mengungkapkan bahwa DPR juga tengah membahas revisi Undang-Undang Hak Cipta. Revisi ini diharapkan menjadi solusi untuk menyelesaikan polemik royalti lagu. Kementerian Hukum dan HAM juga telah menertibkan struktur dan komposisi LMKN, sementara aturan lengkapnya menunggu revisi UU Hak Cipta disahkan.

Scroll to Top