Polemik royalti musik belakangan ini menjadi sorotan publik. Praktisi hukum sekaligus musisi, Deolipa Yumara, mendesak agar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) segera diaudit demi transparansi pengelolaan dana royalti.
Deolipa menekankan pentingnya audit mengingat LMKN, meski berstatus lembaga non-struktural di bawah Kementerian Hukum, memiliki peran krusial sebagai perpanjangan tangan negara dalam mengelola royalti musik. "Mereka diberikan hak institusional untuk mengumpulkan royalti, mewakili negara. Karena diatur undang-undang," tegas Deolipa.
Menurutnya, implementasi sistem pengelolaan royalti saat ini menimbulkan banyak masalah. Banyak musisi dan pencipta lagu yang mengeluhkan royalti yang mereka terima sangat kecil, padahal LMKN menarik royalti dari berbagai sektor hiburan dengan jumlah yang signifikan.
"Ada keluhan dari pencipta lagu yang hanya menerima Rp700 ribu setahun, bahkan ada yang Rp200 ribu. Sementara LMKN menagih hampir semua usaha hiburan," ungkap Deolipa.
LMKN mengenakan tagihan kepada berbagai lini bisnis, mulai dari bioskop, mal, hotel, hingga kafe. Deolipa menyinggung kasus Mie Gacoan yang ditagih Rp2,4 miliar per tahun oleh LMKN. Ia mempertanyakan transparansi pengelolaan dana tersebut dan mendesak audit demi kepentingan publik.
"Uangnya kemana? Publik berhak tahu. Makanya saya minta diaudit," tegasnya, senada dengan permintaan musisi Ari Lasso.
Deolipa menyoroti lemahnya regulasi, pengawasan, dan praktik di lapangan yang memperburuk masalah distribusi royalti musik. Ia mengkritik LMKN yang seolah menjadi "tukang tagih" dengan ancaman pidana bagi yang tidak membayar, namun posisinya sebagai lembaga non-struktural justru menimbulkan ketidakjelasan dalam pengelolaan royalti.
"Karena dibikin non-struktural dan bikin abu-abu. Jadi enggak tegas. Bisa terbang-terbang ke mana-mana," ujarnya.
Ke depan, Deolipa mendorong agar status LMKN dipertegas, apakah menjadi lembaga negara yang terstruktur dan diawasi negara, atau dibiarkan abu-abu seperti sekarang.
Sebagai solusi jangka panjang, Deolipa mendesak pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang baru yang lebih detail mengenai tata kelola royalti musik.
"Perlu adanya undang-undang baru yang konkret. Undang-undang yang sekarang berlaku tidak bisa meng-cover apa-apa yang menjadi kepentingan para pihak di dunia penciptaan lagu dan royalti," pungkasnya.