Kasus tragis yang menimpa Zara Qairina Mahathir, seorang siswi Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) di Sabah, memasuki babak baru. Kejaksaan Agung Malaysia telah mendakwa lima remaja atas dugaan keterlibatan dalam aksi perundungan yang dialami Zara.
Kelima remaja tersebut dijerat dengan Pasal 507C (1) KUHP Malaysia. Pasal ini secara khusus mengatur tentang tindakan perundungan, dan bukan terkait langsung dengan penyebab kematian korban.
Menurut Kejaksaan Agung Malaysia, keputusan ini diambil setelah melalui peninjauan mendalam terhadap seluruh berkas penyelidikan. Dakwaan ini didasarkan pada bukti dan fakta yang diperoleh selama proses investigasi berlangsung.
Menanggapi permintaan keluarga Zara yang menginginkan penerapan Pasal 507D (2) dengan ancaman hukuman yang lebih berat, Kejaksaan Agung menjelaskan bahwa jika para remaja tersebut mengakui kesalahan atas dakwaan yang lebih ringan, maka mereka tidak dapat didakwa dengan pasal yang lebih berat. Hal ini berkaitan dengan prinsip double jeopardy yang diatur dalam Konstitusi Federal.
Kejaksaan Agung juga menegaskan bahwa penyelidikan penyebab pasti kematian Zara Qairina akan tetap dilanjutkan.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, kelima remaja tersebut akan menjalani persidangan di Pengadilan Anak Kota Kinabalu berdasarkan Pasal 507C (1) KUHP Malaysia. Selain itu, Pengadilan Koroner Kota Kinabalu telah menetapkan tanggal 3 September untuk memulai proses pemeriksaan terkait kematian Zara Qairina.
Zara Qairina menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Queen Elizabeth I, Kota Kinabalu, pada tanggal 17 Juli. Sebelumnya, ia ditemukan tidak sadarkan diri di saluran pembuangan dekat asrama sekolah pada tanggal 16 Juli. Kematiannya memicu berbagai spekulasi, terutama karena tidak adanya autopsi dan beredarnya rekaman percakapan terakhir Zara dengan ibunya, yang mengungkapkan ketakutannya terhadap kakak kelas.