Laporan penipuan daring atau scam di Indonesia mengalami lonjakan signifikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), telah menerima antara 700 hingga 800 aduan hingga 17 Agustus 2025. Jumlah ini jauh melampaui negara tetangga seperti Singapura (140 laporan), Hong Kong (124 laporan), dan Malaysia (130 laporan).
Padahal, menurut OJK, angka ini baru sebagian kecil dari total kasus, mengingat belum semua masyarakat mengetahui cara melaporkan kejadian scam. Hingga saat ini, IASC telah menerima total 225.281 laporan, dengan melibatkan 359.733 rekening yang terindikasi terkait penipuan. Dari jumlah tersebut, 72.145 rekening telah berhasil diblokir.
Kerugian finansial yang dialami masyarakat akibat scam mencapai angka yang mencengangkan, yakni Rp 4,6 triliun. Sayangnya, dana yang berhasil diselamatkan melalui pemblokiran rekening baru mencapai Rp 349,3 miliar.
Lonjakan ini sangat terasa jika dibandingkan dengan studi awal yang dilakukan OJK saat mendirikan IASC. Dalam studi selama 1,5 tahun tersebut, kerugian akibat scam diperkirakan hanya sekitar Rp 2 triliun. Namun, hanya dalam kurun waktu 8 hingga 10 bulan setelah pendirian IASC, angka kerugian telah melonjak menjadi Rp 4,6 triliun.
Modus penipuan pun semakin beragam. Dana hasil scam tidak hanya berputar di perbankan, tetapi juga dialirkan ke marketplace dan bahkan ke aset kripto. OJK mengharapkan partisipasi aktif dari asosiasi perdagangan kripto dan pihak terkait lainnya untuk bersama-sama memberantas scam dan aktivitas keuangan ilegal di sektor jasa keuangan.