Tragis, Balita Sukabumi Meninggal Dunia dengan Infeksi Cacing Parah hingga Otak

Sukabumi – Sebuah kisah pilu datang dari Kampung Pasir Ceuri, Sukabumi, tentang seorang balita perempuan bernama Raya yang meninggal dunia di usia 4 tahun akibat gangguan kesehatan serius.

Kejadian mengejutkan terungkap saat Raya dirawat di rumah sakit. Tim medis menemukan adanya infeksi cacing yang sangat parah di tubuhnya, bahkan diduga telah mencapai otaknya. Kondisi ini diketahui setelah penanganan medis intensif di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

Menurut keterangan dokter, Raya tiba di IGD pada 13 Juli 2025 dalam kondisi tidak sadar. Pemeriksaan awal menunjukkan adanya syok akibat kekurangan cairan yang parah. Meskipun syok berhasil diatasi, penyebab hilangnya kesadaran masih belum jelas. Saat perawatan di IGD, tim medis terkejut ketika menemukan cacing keluar dari hidung Raya. Hal ini memicu kecurigaan adanya infeksi cacing yang serius.

Raya kemudian dipindahkan ke ruang PICU untuk perawatan intensif. Hasil pemeriksaan lebih lanjut mengkonfirmasi bahwa ia menderita askariasis, infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

Dokter menjelaskan bahwa infeksi ini terjadi ketika telur cacing tertelan melalui makanan, minuman, atau tangan yang kotor. Telur menetas di usus dan berkembang menjadi larva yang dapat menyebar melalui aliran darah ke berbagai organ, termasuk otak. Inilah yang menyebabkan Raya kehilangan kesadaran.

Kondisi Raya sangat memprihatinkan. Relawan dari lembaga filantropi Rumah Teduh menggambarkan bagaimana cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik keluar dari hidungnya dalam keadaan hidup, selain itu juga keluar dari mulut, kemaluan, dan anus. Berat total cacing yang dikeluarkan dari tubuh Raya mencapai lebih dari 1 kg, namun tampaknya tidak berhenti keluar.

Bidan desa setempat, Cisri Maryati, membenarkan bahwa kondisi kesehatan Raya memang sudah menjadi perhatian sejak lama. Raya sering datang ke posyandu, dan berat badannya selalu dipantau. Sejak kecil, Raya termasuk kategori BGM (bawah garis merah), menunjukkan adanya masalah gizi.

Pihak desa telah berupaya merujuk Raya ke puskesmas untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, terutama konsultasi gizi. Namun, keluarga menolak karena ayah tiri Raya tidak mengizinkan.

Meskipun demikian, pemerintah desa tetap memberikan bantuan khusus berupa makanan bergizi seperti susu, telur, ayam, dan buah-buahan. Selain itu, Raya juga mendapatkan program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) lokal selama 60 hari, yang terbukti meningkatkan berat badannya.

Obat cacing juga rutin diberikan kepada Raya dan anak-anak lain di desa setiap 6 bulan sekali, yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

Kabar mengenai tubuh Raya yang dipenuhi cacing baru diketahui oleh pihak desa setelah ada laporan dari relawan yang membawanya ke rumah sakit.

Sarah, bibi Raya, yang ikut merawat balita tersebut, mengaku tidak menyangka kondisi keponakannya akan memburuk sedemikian rupa. Ia menjelaskan bahwa Raya biasanya bermain dengan anak-anak lain, meskipun terlambat berjalan. Sarah membawa Raya berobat ke klinik dengan keluhan batuk dan paru-paru, namun tidak ada indikasi adanya cacingan. Keluarga baru mengetahui tentang banyaknya cacing setelah menerima kabar kematian Raya.

Sarah menduga bahwa pola hidup Raya yang suka bermain di tanah dan kurang menjaga kebersihan menjadi penyebabnya. Saat itu, Raya tidak memiliki jaminan kesehatan, namun keluarganya telah mengajukan permohonan.

Kepergian Raya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga. Mereka tidak menyangka kondisi Raya akan separah itu, dan sangat terpukul dengan kepergiannya.

Scroll to Top