China tengah gencar meningkatkan persenjataan nuklirnya, bersamaan dengan modernisasi kekuatan militernya secara keseluruhan. Peningkatan ini memicu kekhawatiran sekaligus pertanyaan tentang niat sebenarnya di balik langkah tersebut.
Komandan Komando Strategis AS menyoroti bahwa ambisi China untuk siap merebut Taiwan pada tahun 2027 menjadi salah satu pendorong di balik peningkatan persenjataan nuklir yang dapat diluncurkan dari berbagai platform: darat, udara, dan laut.
Meskipun demikian, China tetap berpegang pada kebijakan "tidak menggunakan pertama kali" senjata nuklir. Kebijakan ini juga mencakup janji untuk tidak menggunakan atau mengancam menggunakan senjata nuklir terhadap negara yang tidak memiliki senjata serupa.
Kementerian Pertahanan China menegaskan bahwa "perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh dilancarkan," menekankan bahwa strategi nuklir mereka bersifat defensif.
Namun, laporan Pentagon menyatakan bahwa strategi China kemungkinan mencakup opsi penggunaan pertama senjata nuklir sebagai respons terhadap serangan konvensional yang mengancam keberlangsungan kekuatan nuklir mereka atau yang mendekati efek serangan nuklir. Selain itu, China juga mungkin mempertimbangkan penggunaan nuklir pertama jika kekalahan militer konvensional di Taiwan mengancam keberlangsungan rezim Komunis.
Kementerian Pertahanan China membantah tuduhan tentang "ancaman nuklir China," menyebutnya sebagai upaya untuk mencemarkan nama baik dan menyesatkan opini publik internasional.
Menurut Bulletin of the Atomic Scientists, China memperluas dan memodernisasi cadangan nuklirnya lebih cepat daripada negara bersenjata nuklir lainnya, dengan perkiraan sekitar 600 hulu ledak. Mereka juga membangun ratusan silo rudal baru dan pangkalan untuk peluncur mobile darat.
Meskipun Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memiliki ratusan peluncur rudal berbasis darat, tidak semuanya diperuntukkan bagi senjata nuklir. Sebagian besar ditujukan untuk rudal jarak pendek dengan target regional.
Pentagon memperkirakan bahwa PLA akan memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir operasional pada tahun 2030, sebagai bagian dari upaya membangun kekuatan yang lebih besar, mulai dari rudal serang presisi berkekuatan rendah hingga rudal balistik antarbenua dengan dampak ledakan besar.