Situasi antara Pakistan dan India, dua negara pemilik senjata nuklir di Asia, semakin memprihatinkan. Pakistan mengambil langkah tegas dengan menutup wilayah udaranya dan melarang penerbangan maskapai India.
Perbatasan juga ditutup, menghentikan aktivitas perdagangan. Islamabad juga memerintahkan diplomat India untuk meninggalkan negara itu dan membatalkan visa bagi warga India, kecuali untuk peziarah Sikh.
Tindakan ini merupakan respons Pakistan terhadap serangkaian kebijakan keras India setelah serangan mematikan terhadap wisatawan di Kashmir. Pakistan bahkan menuduh India melakukan "perang" terhadap mereka.
"Pakistan telah mendeklarasikan Penasihat Pertahanan, Angkatan Laut, dan Udara India di Islamabad sebagai persona non grata, memerintahkan mereka untuk segera meninggalkan Pakistan," demikian pernyataan resmi dari kantor Perdana Menteri Shehbaz Sharif.
"Visa yang telah diterbitkan untuk warga negara India akan dibatalkan, kecuali bagi peziarah Sikh," lanjutnya.
Menteri Pertahanan Khawaja Asif menegaskan, "India sedang melancarkan perang intensitas rendah terhadap kami, dan jika mereka meningkatkan eskalasinya, kami siap menghadapinya. Kami tidak akan tunduk pada tekanan internasional demi melindungi tanah kami."
Akar Permasalahan
Hubungan kedua negara memang telah lama diwarnai konflik, dengan setidaknya tiga perang besar yang pernah terjadi.
Meskipun beberapa tahun terakhir hubungan menunjukkan tanda-tanda perbaikan, insiden penembakan terhadap 26 wisatawan di Kashmir yang dikelola India, Selasa lalu, memicu kemarahan India.
Penembakan terjadi di kota Pahalgam yang bersalju. Sekelompok orang bersenjata muncul dari hutan pinus di sekitarnya dan menyerang kerumunan dengan senjata otomatis.
Para korban selamat menceritakan bahwa para pelaku memisahkan pria dari wanita dan anak-anak, kemudian mengeksekusi beberapa orang dari jarak dekat. Mereka juga dilaporkan memaksa beberapa pria untuk melafalkan pernyataan iman Muslim, dan menembak mereka yang tidak bisa melakukannya.
Semua korban tewas adalah warga India, kecuali satu orang dari Nepal.
Polisi menduga kelompok pelaku adalah milisi Lashkar-e-Taiba (LeT) yang berbasis di Pakistan, yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh PBB. Polisi India telah mengidentifikasi dua warga negara Pakistan di antara tiga tersangka pelaku bersenjata yang melarikan diri.
Sebuah kelompok bayangan bernama Front Perlawanan (TRF) mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, India menetapkan TRF sebagai organisasi teroris dan menganggapnya sebagai "tipuan dan cabang dari LeT".
India secara langsung menuduh Pakistan mendukung orang-orang bersenjata di Kashmir. Pakistan membantah tuduhan tersebut, mengklaim hanya mendukung perjuangan Kashmir untuk menentukan nasib sendiri.
Sektor pariwisata sangat penting bagi ekonomi kawasan tersebut. Para analis menilai bahwa serangan terhadap wisatawan ini akan menjadi pukulan telak bagi industri pariwisata.
Para pemilik hotel melaporkan pembatalan massal di awal musim panas yang biasanya ramai. Pasukan keamanan India juga telah melancarkan operasi perburuan besar-besaran dan menahan sejumlah orang.
Pemutusan Hubungan Diplomatik
Perdana Menteri India Narendra Modi berjanji untuk "menghukum setiap teroris dan pendukungnya." India juga telah mengambil serangkaian tindakan diplomatik sebagai bentuk hukuman.
Tindakan tersebut termasuk menangguhkan perjanjian pembagian air, menutup perbatasan darat utama dengan Pakistan, dan menurunkan hubungan diplomatik. India juga memerintahkan semua warga negara Pakistan untuk meninggalkan negara itu, kecuali diplomat yang tersisa, paling lambat tanggal 29 April.
Potensi Perang?
Beberapa pihak khawatir bahwa langkah diplomatik India ini hanyalah permulaan. Ada kekhawatiran akan potensi aksi militer dari kedua negara.
Serangan terburuk dalam beberapa tahun terakhir di Kashmir yang dikuasai India terjadi di Pulwama pada tahun 2019, ketika pemberontak menabrakkan mobil berisi bahan peledak ke konvoi polisi, menewaskan 40 orang dan melukai 35 orang. Sebagai respons, jet tempur India melancarkan serangan udara di wilayah Pakistan 12 hari kemudian.