Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Bobby Rasyidin, mengungkapkan kekhawatiran serius terkait utang dan kerugian yang dialami oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). Menurutnya, kondisi ini berpotensi menjadi masalah besar bagi KAI di kemudian hari. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI.
Terungkap bahwa KCIC mengalami kerugian signifikan, mencapai Rp 1,6 triliun pada semester I 2025. Sementara itu, KAI juga mencatatkan penyerapan kerugian sebesar Rp 1,424 triliun pada periode yang sama. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan semester I tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2,377 triliun, isu kerugian KCIC tetap menjadi perhatian utama.
Bobby Rasyidin menyatakan akan mendalami permasalahan keuangan KCIC secepatnya, dalam waktu sekitar satu minggu. Namun, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menyarankan agar KAI berkoordinasi dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Pasalnya, Danantara telah memiliki solusi terkait KCIC yang tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025. Andre meminta agar masalah ini dibahas dalam evaluasi kinerja bulanan antara KAI dan Danantara.
Bobby Rasyidin menyambut baik saran tersebut dan berjanji akan segera berkoordinasi dengan Danantara untuk mencari solusi terkait persoalan keuangan KCIC.
Sebagai informasi, KAI terlibat dalam proyek KCIC melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), di mana KAI menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 58,53%. PT PSBI sendiri menguasai 60% saham konsorsium proyek, sementara sisanya, 40%, dimiliki oleh perusahaan asal China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
Proyek Kereta Cepat ini diketahui mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CDB) untuk menutupi pembengkakan biaya proyek (cost overrun) sebesar Rp 6,98 triliun.