Kabupaten Tangerang – Industri keramik di Kabupaten Tangerang menghadapi tantangan serius akibat pembatasan pasokan gas bumi dengan harga khusus (HGBT). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meninjau langsung dampak pembatasan tersebut ke pabrik PT Doulton, salah satu perusahaan penerima manfaat HGBT yang terkena imbas.
Akibat pengurangan pasokan gas murah ini, PT Doulton terpaksa merumahkan sebagian besar karyawannya. Sebanyak 450 dari total 850 pekerja kini tidak dapat bekerja untuk sementara waktu. Keputusan pahit ini diambil setelah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) membatasi pasokan HGBT hingga 48% dari kebutuhan normal perusahaan. Sisa kebutuhan gas harus dibeli dengan harga yang jauh lebih tinggi, mencapai 120% dari harga HGBT.
Situasi ini sangat memberatkan industri, karena tanpa HGBT, harga gas yang harus dibayar melonjak signifikan, dari US$ 6,5 – US$ 7 per MBBTU menjadi sekitar US$ 14,95 per MBBTU. Dampaknya sangat terasa di lantai produksi PT Doulton, dimana aktivitas pabrik yang bergantung pada pasokan gas praktis terhenti.
Kemenperin menyayangkan kondisi ini dan telah membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT. Langkah ini bertujuan untuk menampung keluhan dan masukan dari para pelaku industri yang terdampak gangguan pasokan gas.
Kemenperin menilai bahwa pembatasan pasokan HGBT ini terasa janggal. Pasalnya, pasokan gas dengan harga normal (di atas US$ 15 per MMBTU) tetap stabil. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa pasokan untuk HGBT yang lebih terjangkau justru dibatasi, padahal tidak ada masalah dalam produksi dan pasokan gas dari hulu. Pembatasan suplai gas oleh PGN diberlakukan hingga 31 Agustus 2025. Nasib ratusan karyawan PT Doulton kini bergantung pada solusi dari permasalahan ini.