Jakarta – PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) didorong untuk segera bekerja sama dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dalam menyelesaikan masalah utang yang membelit PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). Danantara dikabarkan telah memiliki solusi untuk mengatasi masalah KCIC, yang tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025.
Chief Operation Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria, mengonfirmasi kabar tersebut. Menurutnya, pihaknya tengah menjajaki langkah-langkah untuk membereskan persoalan utang KCIC yang menjadi beban finansial bagi KAI.
"Sedang kita jajaki. Tentu akan kita bereskan proses itu. Seperti yang disampaikan Dirut KAI di DPR, akan kita selesaikan segera, dan termasuk ke dalam RKAP kita tahun ini," ujar Dony.
Dony juga mengungkapkan bahwa dirinya telah bertemu dengan Direktur Utama (Dirut) KAI, Bobby Rasyidin. Meski begitu, ia tidak menjelaskan secara detail mengenai progres penyelesaian yang telah dilakukan.
Permintaan agar KAI berkoordinasi dengan BPI Danantara muncul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI.
Bobby menjelaskan bahwa pihaknya akan mendalami masalah beban keuangan KCIC. Ia meyakini dapat memahami permasalahan-permasalahan KAI dalam waktu satu minggu, termasuk KCIC. Setelah itu, ia akan segera berkoordinasi dengan Danantara.
"Kami yakin dalam satu minggu ke depan, kami bisa memahami semua kendala dan permasalahan yang ada di dalam KAI ini. Terutama masalah KCIC yang seperti disampaikan tadi, memang ini bom waktu. Jadi kami akan koordinasi dengan Danantara untuk penyelesaian persoalan KCIC ini," kata Bobby.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, juga mendorong KAI untuk berkoordinasi dengan Danantara terkait persoalan KCIC. Ia mengungkapkan bahwa Danantara telah menyusun solusi penyelesaian KCIC dalam RKAP 2025.
"Kami ingin sampaikan dalam RKAP 2025 Danantara, itu sudah ada solusi untuk penyelesaian KCIC. Saya minta Pak Bobby koordinasi dengan Danantara. Setiap bulan, KAI pasti diundang oleh Danantara untuk evaluasi kinerja, kan? Di situ, tolong dibicarakan dengan Managing Director KAI soal penyelesaian permasalahan Whoosh ini," jelasnya.
Sebagai informasi, KAI terlibat dalam konsorsium proyek KCIC melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). KAI menjadi pemegang saham mayoritas PT PSBI dengan kepemilikan saham sebesar 58,53%. Dalam konsorsium tersebut, PT PSBI memegang kendali 60%, sedangkan 40% sisanya dipegang oleh perusahaan asal China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
KCIC sendiri mengalami kerugian hingga Rp 1,6 triliun pada semester I 2025. Total penyerapan kerugian KAI di paruh pertama tahun ini mencapai Rp 1,424 triliun. Sementara itu, pada semester I tahun 2024, kerugian mencapai Rp 2,377 triliun.
Pembangunan proyek KCIC mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CDB) untuk menutupi cost overrun atau pembengkakan proyek Kereta Cepat sebesar Rp 6,98 triliun atau hampir Rp 7 triliun.