Jakarta – Sebuah koalisi yang terdiri dari 12 negara bagian di Amerika Serikat melayangkan gugatan hukum pada Rabu (23/4), menentang kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Gugatan ini didasarkan pada argumentasi bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk memberlakukan pungutan tarif tanpa persetujuan dari Kongres, merujuk pada Undang-Undang tahun 1977. Mereka berpendapat, UU tersebut tidak memperbolehkan penggunaan alasan darurat untuk menaikkan tarif impor secara sepihak.
"Dengan mengklaim otoritas untuk mengenakan tarif yang sangat tinggi dan terus berubah pada barang-barang yang masuk ke Amerika Serikat sesuai keinginannya, dengan alasan apapun yang dianggap tepat untuk menyatakan keadaan darurat, Presiden telah menjungkirbalikkan tatanan konstitusional dan menciptakan kekacauan ekonomi Amerika," bunyi pernyataan dalam gugatan tersebut.
Presiden Trump sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan proteksionisnya bertujuan untuk mengembalikan lapangan pekerjaan di sektor manufaktur ke Amerika Serikat dan melindungi ekonomi negara.
Jaksa Agung Arizona, Kris Mayes, mengecam kebijakan tarif Trump dan menyebutnya "tidak hanya gegabah secara ekonomi, tetapi juga ilegal."
Arizona bergabung dengan negara bagian lain seperti Minnesota, New York, dan Oregon dalam gugatan ini, yang dipimpin oleh Partai Demokrat. Partai tersebut berupaya menunjukkan bahwa kebijakan Trump merugikan keuangan Amerika Serikat.
California juga mengajukan gugatan serupa pada pekan sebelumnya.
Trump menerapkan tarif yang signifikan pada 2 April, yang dikenal sebagai Hari Pembebasan, terhadap lebih dari 180 negara, termasuk China. Dia mengenakan tarif resiprokal sebesar 34 persen kepada China, belum termasuk bea cukai global sebesar 10 persen.
Sebagai balasan, China memberlakukan tarif serupa, yang menyebabkan kedua negara saling membalas tarif hingga mencapai ratusan miliar dolar.
Komunitas internasional telah menyampaikan protes atas kebijakan tarif Trump, mempertanyakan perhitungan tarif tersebut dan memperingatkan bahwa pematokan tarif yang berkelanjutan dapat mengganggu perdagangan global.