Raksasa teknologi Intel tengah berjuang keras di tengah persaingan sengit industri chip, terutama pasca-booming kecerdasan buatan (AI). Teknologi Intel dinilai kurang mumpuni dibandingkan dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), yang menjadi andalan perusahaan besar seperti Apple, Nvidia, Qualcomm, AMD, bahkan Intel sendiri.
Menyadari ketertinggalan, Intel melakukan perombakan manajemen di awal tahun. Langkah strategis berlanjut dengan pengumuman Menteri Perdagangan Howard Lutnick bahwa pemerintah AS telah resmi memiliki 10% saham perusahaan chip tersebut.
Investasi ini menjadi bukti nyata upaya pemerintah AS untuk mengamankan dan mengendalikan perusahaan teknologi strategis dalam negeri. Reaksi pasar positif, terlihat dari lonjakan saham Intel sekitar 6% pada hari pengumuman.
Intel adalah satu-satunya perusahaan AS yang memiliki kemampuan memproduksi chip dengan teknologi terkini di dalam negeri. Meskipun pesaing seperti TSMC dan Samsung juga memiliki fasilitas di AS, pemerintah, termasuk Trump, terus mendorong peningkatan produksi chip dan teknologi di tanah air.
Pemerintah AS menginvestasikan US$8,9 miliar (sekitar Rp144 triliun) dalam bentuk saham biasa Intel. Dana tersebut digunakan untuk membeli 433,3 juta lembar saham dengan harga US$20,47 per lembar.
Intel menegaskan bahwa harga yang dibayarkan pemerintah lebih rendah dari harga pasar saat ini. Dana pemerintah sebesar US$5,7 miliar berasal dari hibah Undang-Undang CHIPS, sementara US$3,2 miliar berasal dari program pembuatan chip yang aman.
Trump menyatakan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk saham ini, dan nilainya saat ini diperkirakan mencapai US$11 miliar. Ia menyebut kesepakatan ini "luar biasa" bagi AS dan Intel.
Pemerintah juga memiliki opsi untuk membeli tambahan 5% saham Intel jika perusahaan tersebut kehilangan kendali mayoritas atas bisnis pengecoran chip.
Namun, Intel menegaskan bahwa pemerintah AS tidak akan memiliki kursi di dewan direksi atau hak tata kelola lainnya.
CEO Intel, Lip-Bu Tan, menyatakan komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa teknologi tercanggih di dunia diproduksi di AS.
Investasi ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan industri AS, di mana pemerintah mengambil peran aktif di sektor swasta. Menurut Lutnick, kepemilikan saham di Intel merupakan imbalan atas pendanaan dari Undang-Undang CHIPS.
"Kita harus mendapatkan kepemilikan saham untuk uang kita," kata Lutnick. "Jadi kita akan menyalurkan uang itu, yang sudah dijanjikan di bawah pemerintahan Biden. Kita akan mendapatkan ekuitas sebagai imbalannya."