JAKARTA – Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) masih bergulat dengan kerugian operasional. Hingga pertengahan 2025, angkanya mencapai Rp1,6 triliun. Danantara, holding BUMN yang baru dibentuk, menjadikan masalah ini prioritas utama dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025.
Dony Oskaria, Chief Operating Officer (COO) Danantara, menyatakan pihaknya tengah berkoordinasi intensif dengan PT KAI untuk mencari solusi atas utang dan kerugian yang membebani PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), operator Whoosh.
"Proses penjajakan sedang berjalan, dan kami akan menuntaskannya. Seperti yang disampaikan Dirut KAI di DPR, ini akan masuk dalam RKAP tahun ini," ungkap Dony.
Tingginya biaya operasional menjadi penyebab utama beban utang KCIC. Meskipun masih merugi, angka Rp1,6 triliun menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun 2024, di mana kerugian mencapai Rp2,3 triliun.
Sebagai informasi, KCIC adalah perusahaan patungan antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok, Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Komposisi sahamnya adalah 60 persen milik PSBI dan 40 persen milik Beijing Yawan. PT KAI memegang saham mayoritas (58,53 persen) di PSBI, sehingga kerugian KCIC berdampak signifikan pada laporan keuangan KAI.
CEO Danantara, Rosan Roeslani, sebelumnya menegaskan komitmen untuk segera melakukan restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat. "Langkah-langkah restrukturisasi utang KCIC atau Whoosh akan segera kami umumkan," ujarnya.
Rosan menjamin penyelesaian utang Whoosh akan bersifat permanen dan tidak sekadar menunda masalah. "Setiap corporate action yang kami lakukan harus tuntas, bukan sekadar menunda masalah," tegasnya.