Di balik dinding laboratorium yang tenang, lahir potensi besar: inovasi teknologi yang mampu mengubah kehidupan. Proses transfer teknologi, dari riset hingga implementasi nyata, adalah perjalanan panjang dan penuh tantangan.
Setiap tahun, dana besar dialokasikan untuk penelitian di universitas. Dana tersebut menghidupi mimpi para peneliti, menghasilkan artikel ilmiah, dan potensi paten. Sayangnya, banyak penemuan hanya berhenti di sana. Ibarat bibit unggul yang disimpan dalam gudang, potensi itu tidak pernah dimanfaatkan.
Universitas melaporkan ribuan penemuan setiap tahun. Beberapa di antaranya berhasil menjelma menjadi solusi nyata, seperti terapi untuk penyakit langka atau perangkat lunak manajemen obat untuk jutaan pasien.
Namun, proses transfer teknologi sering terhambat. Kantor transfer teknologi (TTO) di universitas kerap kekurangan dana, padahal mereka adalah jembatan penghubung antara penelitian dan masyarakat. Akibatnya, banyak penemuan gagal menyeberang, potensi besar terbuang sia-sia.
Penelitian seharusnya bukan tujuan akhir, melainkan awal dari sebuah proses. Tanpa transfer teknologi, pengetahuan hanya berhenti sebagai tumpukan artikel ilmiah dan kebanggaan akademik. Masyarakat membutuhkan manfaat nyata.
Sebagian dana penelitian sebaiknya dialihkan untuk memperkuat transfer teknologi. Riset tanpa implementasi nyata ibarat kapal megah yang terikat di dermaga.
Indonesia memiliki ribuan perguruan tinggi yang menghasilkan ribuan penelitian setiap tahun. Sayangnya, komersialisasi riset dan paten masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Banyak penelitian hanya berakhir di seminar, jurnal, atau perpustakaan.
Padahal, di laboratorium universitas, mungkin ada inovasi yang bisa mengolah limbah plastik, mendeteksi penyakit dengan cepat, atau membantu petani miskin. Tanpa jembatan transfer teknologi yang kuat, temuan-temuan itu bisa hilang begitu saja.
Apakah kita akan membiarkan pengetahuan hanya menjadi angka? Ataukah kita akan mendorongnya menjadi martabat manusia?
Teknologi bukan hanya soal pasar, tetapi soal kehidupan. Obat yang sampai ke pasien adalah soal martabat. Perangkat lunak yang membantu manajemen obat adalah soal kemanusiaan. Inovasi yang menjadi produk adalah soal harapan.
Investasi terbesar kita seharusnya bukan hanya di laboratorium, tetapi di jembatan transfer teknologi. Kita perlu memperkuat sistem transfer teknologi, mendukung kantor-kantor TTO dengan dana dan SDM yang memadai, serta membuka ruang kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah.
Ilmu yang tidak diamalkan adalah pohon tanpa buah. Demikian juga penelitian yang tidak ditransfer. Indah di atas kertas, tetapi hampa di kehidupan.
Penelitian adalah sajak yang belum selesai. Ia baru menemukan akhir kalimatnya ketika teknologi itu tiba di tangan masyarakat.
Di laboratorium, kita melihat angka, data, dan grafik. Di luar sana, ada anak kecil yang menunggu obat baru, ada orang tua yang menunggu alat diagnosis murah, ada masyarakat yang menunggu energi bersih.
Transfer teknologi adalah cara agar laboratorium berbicara dengan kehidupan. Agar angka berubah menjadi harapan. Agar pengetahuan berubah menjadi martabat.
Kita, sebagai masyarakat, perlu mendorong universitas dan pemerintah untuk tidak berhenti di penelitian, tetapi berani melanjutkan hingga manfaat terasa di kehidupan sehari-hari.
Sebab, puisi terindah sains adalah saat ia menyentuh manusia.