Geger Pentagon: Kepala Intelijen dan Dua Komandan Militer Dicopot, Ada Apa?

Washington DC – Gejolak melanda Pentagon setelah Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, mendepak Kepala Badan Intelijen Pertahanan (DIA) dan dua perwira tinggi militer lainnya. Langkah mengejutkan ini menambah panjang daftar perombakan pejabat di tubuh Pentagon oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

Meskipun alasan pasti pencopotan Letnan Jenderal Kruse, yang memimpin DIA, belum diungkapkan secara gamblang, isu ini mencuat di tengah sorotan tajam terhadap kinerja intelijen AS. Selain Kruse, kepala cadangan Angkatan Laut AS dan komandan Komando Peperangan Khusus Angkatan Laut juga turut diberhentikan dari jabatannya.

Senator Mark Warner, wakil ketua Komite Intelijen Senat, mengkritik keras tindakan ini. Ia menilai perlakuan administrasi Trump terhadap intelijen sebagai ujian kesetiaan, bukan sebagai instrumen pelindung negara, adalah sebuah preseden berbahaya.

Spekulasi liar beredar, mengaitkan pemecatan ini dengan upaya Trump menghukum para pejabat militer, intelijen, dan penegak hukum, baik yang masih aktif maupun mantan, yang pandangannya berseberangan dengannya. Sebelumnya, Trump juga telah mendepak Jenderal Timothy Haugh dari posisi direktur Badan Keamanan Nasional (NSA), serta merombak belasan staf di dewan keamanan nasional Gedung Putih.

Perombakan besar-besaran di tubuh militer AS ini juga mencakup pemecatan Jenderal CQ Brown sebagai ketua Kepala Staf Gabungan, bersama lima laksamana dan jenderal lainnya. Sementara itu, Kepala Angkatan Udara AS, Jenderal David Allvin, secara mengejutkan mengumumkan rencana pensiun dini setelah hanya dua tahun menjabat.

Salah satu dugaan kuat terkait pemecatan Kruse adalah kebocoran penilaian awal DIA ke media. Penilaian tersebut mengungkap bahwa serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran hanya menunda program nuklir Teheran selama beberapa bulan, bertentangan dengan klaim Trump bahwa target tersebut "dihancurkan". Kebocoran ini memicu kemarahan Trump, yang mengecam media yang memberitakan laporan tersebut.

Selain itu, Direktur Intelijen Nasional, Tulsi Gabbard, mengumumkan pencabutan izin keamanan terhadap 37 profesional intelijen AS atas perintah Trump. Langkah ini menambah panjang daftar pencabutan izin keamanan serupa selama masa jabatan kedua Trump. Gabbard juga mengumumkan perombakan besar di kantornya, memangkas personel secara signifikan dan menghemat ratusan juta dollar AS per tahun.

Pemerintahan Trump mengklaim pembersihan besar-besaran ini sebagai bagian dari upaya efisiensi pemerintahan, pengecilan anggaran federal, dan penghukuman terhadap "politisasi atau penggunaan intelijen sebagai senjata." Dampak dari perombakan ini terhadap stabilitas dan efektivitas badan intelijen AS masih menjadi tanda tanya besar.

Scroll to Top