Jakarta, 24 Agustus 2025 – Klaim pemerintah mengenai stok beras nasional yang aman hingga akhir tahun berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan. Pantauan di sejumlah lokasi di Jakarta Selatan menunjukkan kelangkaan pasokan dan lonjakan harga yang signifikan.
Di beberapa supermarket seperti Superindo Mayestik dan Alfamidi Panglima Polim, rak beras terlihat kosong. Kalaupun ada, pilihan terbatas pada merek tertentu dengan harga yang jauh lebih tinggi. Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari Bulog bahkan tidak tersedia sama sekali.
Menurut karyawan toko, kelangkaan ini disebabkan oleh masalah pasokan dari pemasok dan penarikan beras SPHP akibat kasus beras oplosan yang baru-baru ini mencuat.
Kondisi serupa juga terjadi di Pasar Mayestik. Kios-kios beras yang biasanya ramai, kini tampak sepi dengan stok yang terbatas. Pedagang terpaksa menata ulang karung beras agar tidak terlihat kosong.
Harga beras pun melonjak tajam. Beras premium Pandan Wangi dijual Rp 22.000 per kg, jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Beras medium juga mengalami kenaikan harga, dijual Rp 16.000 per kg.
Kondisi ini tentu memberatkan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok.
Optimisme Pemerintah di Tengah Krisis
Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) tetap optimis. Kepala Bapanas memproyeksikan surplus beras sebesar 9,33 juta ton pada tahun 2025.
Proyeksi ini didasarkan pada perkiraan produksi beras sebesar 31,37 juta ton dan konsumsi sebesar 30,97 juta ton. Pemerintah juga memperhitungkan stok awal dan impor khusus.
Namun, pemerintah mengakui bahwa proyeksi ini sangat bergantung pada kondisi produksi di lapangan, termasuk faktor cuaca, banjir, dan serangan hama.
Selain itu, cadangan beras nasional juga masih ditopang oleh sisa impor tahun 2024, di mana Bulog menyimpan sekitar 1 juta ton beras impor.
Meskipun pemerintah mengklaim stok beras aman, realita di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Masyarakat kini harus menghadapi harga beras yang mahal dan ketersediaan yang terbatas. Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas kebijakan pangan pemerintah dan kemampuan untuk menjaga stabilitas harga di pasar.