Indonesia berhasil mencapai titik balik penting dalam sektor pertaniannya. Sejak 2025, pemerintah telah berkomitmen untuk menghentikan impor beras, sebuah langkah yang terbukti strategis di tengah gejolak harga beras dunia.
Menteri Pertanian menyatakan rasa syukur atas pencapaian ini, terutama mengingat kondisi di negara-negara maju. Jepang, misalnya, mengalami lonjakan harga beras hingga 90,7% pada Juli 2025, tertinggi dalam lebih dari setengah abad. Kondisi ini memaksa warganya untuk mengantre demi mendapatkan beras dengan harga terjangkau. Sementara itu, Indonesia justru mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri berkat produksi yang solid.
Produksi beras nasional mengalami peningkatan signifikan. Data menunjukkan kenaikan dari 30,62 juta ton pada 2024 menjadi diperkirakan 33,8-35,6 juta ton pada 2025. Cadangan beras pemerintah juga mencetak rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir, mencapai 4,2 juta ton, jauh melampaui angka tahun sebelumnya.
Keberhasilan ini merupakan kebalikan dari situasi sebelumnya, di mana Indonesia harus mengimpor jutaan ton beras. Kini, dengan stok melimpah dan produksi yang terus meningkat, Indonesia diakui oleh lembaga internasional seperti FAO dan USDA atas ketahanan pangannya.
Kabar baik lainnya adalah tren penurunan harga beras di berbagai provinsi. Hal ini didorong oleh penguatan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Kebijakan stop impor beras sejak awal 2025 tidak hanya mengamankan pasokan dalam negeri, tetapi juga berdampak pada harga beras dunia. Harga beras putih 5% pecah asal Thailand, misalnya, turun ke level terendah dalam 8 tahun.
Pemerintah mengajak masyarakat untuk ikut serta mengawasi distribusi beras SPHP agar tepat sasaran dan petani tetap sejahtera. Dengan langkah strategis ini, Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas pangan, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai negara dengan ketahanan pangan kelas dunia. Ini adalah kado untuk bangsa, dan komitmen untuk terus memperjuangkan kedaulatan pangan Indonesia.