Trump Ancam Kembali Terapkan Tarif Impor Resiprokal, Perang Dagang Global Mengintai

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengisyaratkan kemungkinan penerapan kembali tarif impor timbal balik dalam waktu dekat, sekitar dua hingga tiga minggu mendatang. Langkah ini berpotensi memicu kembali ketegangan perdagangan global yang sempat mereda, menimbulkan kekhawatiran resesi ekonomi di AS dan dunia.

Trump menyatakan kesiapannya untuk menetapkan tarif jika kesepakatan dagang yang menguntungkan tidak tercapai dengan negara-negara mitra dagang. Sebelumnya, pemerintah AS sempat menunda kebijakan tarif resiprokal besar-besaran selama 90 hari, memberi kesempatan bagi negara-negara mitra untuk bernegosiasi.

Sekitar 90 hingga 100 negara telah menyatakan minat untuk bernegosiasi, menghadirkan tantangan besar bagi tim perunding AS yang berpacu dengan waktu. Jika negosiasi gagal, tarif baru hingga 50 persen dapat diberlakukan pada negara-negara tersebut, kecuali China yang sebelumnya telah dikenakan tarif 145 persen oleh pemerintahan Trump.

Belum jelas apakah tarif baru ini akan menggantikan tarif resiprokal yang ditunda secara permanen, atau hanya bersifat sementara selama negosiasi berlangsung. Saat ini, AS masih memberlakukan tarif universal 10 persen untuk hampir semua barang impor, ditambah tarif lebih tinggi untuk komoditas tertentu.

Kebijakan tarif yang sering berubah-ubah dari Trump menciptakan ketidakpastian bagi pelaku bisnis dan konsumen, mengguncang pasar keuangan dan menyebabkan penurunan tajam pada harga saham dan aset AS. Meskipun sempat pulih, indeks S&P 500 masih kehilangan nilai pasar triliunan dolar sejak mencapai puncaknya di pertengahan Februari. Lembaga internasional juga memperingatkan perlambatan ekonomi global akibat kebijakan tarif impor AS.

Ketegangan AS-China Meningkat

Meskipun tarif resiprokal terhadap puluhan negara ditangguhkan, ketegangan perdagangan antara AS dan China justru meningkat, memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar dan ekonom. Bank-bank besar memprediksi tarif tinggi dari kedua negara dapat menyeret ekonomi global dan AS ke jurang resesi.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyebut perang dagang dengan China tidak berkelanjutan dan memperkirakan akan mereda dalam waktu dekat. Ia menggambarkan tarif yang diberlakukan sebagai embargo yang menghambat aktivitas bisnis. Trump juga menegaskan bahwa tarif 145 persen terhadap China sangat tinggi dan hampir menghentikan hubungan dagang kedua negara.

Meskipun mengindikasikan kemungkinan penurunan tarif terhadap China, Bessent tidak berharap tarif tersebut dihapuskan sepenuhnya. Tujuannya bukanlah pemutusan hubungan dagang secara total, melainkan penyeimbangan kembali perdagangan. Ia memperingatkan normalisasi perdagangan dengan China dapat memakan waktu dua hingga tiga tahun.

Respons Tegas China

Pemerintah China merespons sinyal keterbukaan AS untuk bernegosiasi dengan pernyataan tegas, mendesak Washington untuk mengubah pendekatannya terhadap perdagangan. Mereka siap berdialog berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan, namun menolak ancaman dan pemerasan.

Meskipun Trump berharap tarif terhadap China dapat turun, ia menegaskan tidak akan menunggu terlalu lama untuk kesepakatan dan tarif dapat diberlakukan kembali dalam hitungan minggu jika diperlukan. Ia mengakui perdagangan dengan China selama ini "sangat sepihak", tetapi tetap menekankan hubungan baiknya dengan Presiden China, Xi Jinping.

Scroll to Top