Planet Mars, sering disebut sebagai kandidat hunian masa depan bagi manusia, ternyata memiliki perbedaan fundamental dengan Bumi dalam proses pembentukannya. Eksperimen terbaru yang dilakukan oleh NASA mengungkap fakta mencengangkan bahwa Mars terbentuk jauh lebih cepat dibandingkan Bumi, hanya dalam hitungan jutaan tahun setelah Tata Surya terbentuk. Sementara itu, Bumi membutuhkan waktu miliaran tahun setelah kelahiran Tata Surya untuk terbentuk.
Penelitian ini, yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, memberikan petunjuk baru tentang bagaimana inti Mars terbentuk. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa lelehan besi dan nikel sulfida merembes melalui celah-celah batuan padat, langsung menuju pusat planet. Proses ini terjadi bahkan sebelum panas dari peluruhan radioaktif sepenuhnya mencairkan interior planet.
Dalam ilmu planet, proses pembentukan lapisan-lapisan planet, mulai dari kerak, mantel, hingga inti, dikenal sebagai diferensiasi. Biasanya, elemen berat seperti besi dan nikel akan tenggelam ke pusat planet, sementara elemen ringan tetap berada di permukaan.
Selama ini, para ilmuwan meyakini bahwa proses diferensiasi hanya bisa terjadi jika interior planet sudah mencair akibat panas dari peluruhan isotop radioaktif. Proses inilah yang diyakini membentuk inti Bumi dalam kurun waktu miliaran tahun. Namun, meteorit Mars menunjukkan bukti isotop yang mengindikasikan bahwa inti Mars terbentuk jauh lebih cepat.
Untuk memecahkan teka-teki ini, tim ilmuwan dari NASA Johnson Space Center melakukan eksperimen suhu tinggi. Mereka memanaskan sampel batuan kaya sulfur hingga suhu di atas 1.020°C. Pada suhu ini, sulfida meleleh, tetapi batuan silikat tetap padat.
Melalui pencitraan 3D, mereka mengamati bahwa lelehan sulfida merembes melalui celah antar mineral. Ini menunjukkan bahwa lelehan logam berat dapat mencapai inti planet bahkan saat batuan masih dalam keadaan padat.
Untuk memperkuat temuan ini, tim juga meneliti meteorit Mars dan menemukan pola kimia khas dari logam-logam kelompok platinum, seperti iridium, osmium, palladium, platinum, dan ruthenium, yang tertinggal sebagai residu akibat perembesan sulfida cair di masa lalu.
Teknik identifikasi tanpa merusak sampel, dikembangkan oleh ilmuwan NASA menggunakan laser ablation, semakin menguatkan hipotesis bahwa perembesan sulfida memang terjadi di planet Mars purba.
Model ini tidak hanya menjelaskan pembentukan Mars, tetapi juga dapat diterapkan pada benda-benda besar lain yang terbentuk di wilayah tengah cakram protoplanet tempat Mars berasal. Penemuan ini bahkan memprediksi bahwa inti Mars kemungkinan besar kaya akan sulfur.