Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2024 mengungkapkan fakta mencengangkan: praktik menyontek dan berbagai masalah integritas lainnya masih merajalela di lingkungan pendidikan Indonesia.
Data survei menunjukkan bahwa budaya menyontek masih menghantui 78% sekolah dan bahkan 98% perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Selain itu, survei juga menyoroti masalah ketidakdisiplinan akademik yang meluas, di mana 45% siswa dan 84% mahasiswa mengaku sering terlambat masuk sekolah atau kampus.
Ironisnya, ketidakdisiplinan tidak hanya terjadi di kalangan siswa dan mahasiswa, tetapi juga menjangkiti para tenaga pengajar. Menurut laporan siswa, 69% guru sering terlambat hadir, sementara 96% mahasiswa melaporkan hal serupa pada dosen mereka. Lebih parah lagi, di 96% kampus dan 64% sekolah, ditemukan dosen atau guru yang absen tanpa alasan yang jelas.
Masalah integritas di lingkungan pendidikan juga tercermin dari mispersepsi mengenai gratifikasi. Sekitar 30% guru atau dosen dan 18% kepala sekolah menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang lazim. Bahkan, 60% orang tua mengaku terbiasa memberikan hadiah atau bingkisan kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas. Mirisnya, 22% orang tua mengakui bahwa guru masih menerima bingkisan agar nilai siswa menjadi bagus atau agar siswa bisa lulus.
SPI KPK 2024 juga menyoroti maraknya benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa di sekolah dan kampus. Pimpinan di 43% sekolah dan 68% kampus cenderung memilih vendor berdasarkan relasi pribadi. Selain itu, 26% sekolah dan 68% kampus mengakui adanya pihak satuan pendidikan yang menerima komisi dari vendor. Pengadaan barang dan jasa juga dinilai kurang transparan di 75% sekolah dan 87% kampus.
Temuan lainnya mengungkapkan penyimpangan dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), di mana 12% sekolah menggunakannya tidak sesuai dengan peruntukan. Bahkan, 17% sekolah masih ditemukan praktik pemerasan, potongan, atau pungutan terkait dana BOS. Nepotisme juga menjadi masalah serius, di mana 40% sekolah melakukan praktik ini dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek. Selain itu, 47% sekolah terindikasi melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya.
Pungutan liar juga masih menjadi masalah klasik di dunia pendidikan, di mana 28% sekolah masih melakukan pungutan di luar biaya resmi dalam penerimaan siswa baru. Pungutan lain juga ditemukan dalam sertifikasi atau pengajuan dokumen lain di 23% sekolah dan 60% kampus.
Survei ini melibatkan lebih dari 36 ribu responden dari berbagai satuan pendidikan, mulai dari pendidikan dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi. Responden terdiri dari siswa, mahasiswa, tenaga pendidik, orang tua, wali murid, dan pimpinan satuan pendidikan.
Metode survei yang digunakan adalah metode online melalui WhatsApp dan email blast, serta CAWI (Computer Assisted Web Interviewing) dan metode hybrid yaitu menggunakan CAPI (Computer-assisted personal interviewing).