APSyFI Balas Tuduhan Kemenperin Soal Data SIINAS dan Lonjakan Impor

Jakarta – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) merespons keras pernyataan juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menuding anggotanya tidak melaporkan data ke Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).

Sekretaris Jenderal APSyFI, Farhan Aqil Sauqi, mempertanyakan bagaimana mungkin perusahaan yang sudah gulung tikar bisa mengisi data SIINAS. Ia menyebutkan lima perusahaan anggota APSyFI, yakni PT. Panasia, PT. Polichem Indonesia, PT. Sulindafin, PT Rayon Utama Makmur, dan PT. Asia Pacific Fiber plant Karawang, telah tutup akibat kebijakan over kuota yang diterbitkan Kemenperin.

Menanggapi tudingan bahwa anggota APSyFI gemar melakukan impor, Farhan menegaskan bahwa anggotanya adalah produsen hulu tekstil yang menghasilkan serat dan benang filament. Jika ada impor, itu adalah bahan baku seperti asam tereftalat, etilin glycol, atau polyester chip. Farhan menantang agar Kemenperin memeriksa pejabat yang memberikan kuota impor kain dalam jumlah besar kepada anggota APSyFI.

Sebelumnya, Kemenperin menyatakan adanya anomali dalam kinerja industri anggota APSyFI, di mana terjadi lonjakan signifikan impor di tengah permintaan asosiasi untuk memperketat impor. Data Kemenperin menunjukkan peningkatan volume impor benang dan kain oleh perusahaan anggota APSyFI sebesar lebih dari 239% dalam setahun, dari 14,07 juta kilogram (2024) menjadi 47,88 juta kilogram (2025).

Farhan menilai serangan balik terhadap anggota APSyFI tidak berdasar. Ia mempertanyakan kinerja pemerintah dalam menjaga ekosistem rantai pasok industri, termasuk ketersediaan bahan baku. Menurutnya, pemerintah berkewajiban menjaga ketersediaan bahan baku dari hulu hingga hilir serta menjaga keberlangsungan seluruh rantai industri.

APSyFI menyambut baik sikap Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang siap menindak tegas mafia kuota impor tekstil. Farhan menyatakan dugaan ini bermula dari lonjakan impor benang dan kain, sementara 60 perusahaan yang memproduksi barang sejenis justru harus tutup dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menperin sebelumnya menegaskan pihaknya siap menindaklanjuti dugaan praktik mafia impor tekstil dan meminta laporan bukti konkret agar dapat segera ditindak. "Kalau memang ada mafia di kantor kita, sampaikan kepada kami, jangan ditutup-tutupi. Sampaikan siapa namanya, pasti kita bersihkan. Kami tidak ragu mengambil langkah tegas," tegas Agus Gumiwang.

Scroll to Top