Pasar Keuangan Indonesia Bergolak: Antara Sinyal The Fed dan Data Ekonomi Global

Pekan lalu, pasar keuangan Indonesia ditutup dengan sentimen negatif. Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan di tengah sorotan terhadap simposium ekonomi Jackson Hole, dimana pidato Ketua The Fed Jerome Powell menjadi penentu arah kebijakan moneter AS.

Investor kini memasuki minggu baru dengan fokus tertuju pada sinyal pemangkasan suku bunga The Fed, serta serangkaian data ekonomi krusial dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia yang akan membentuk arah pasar global.

IHSG mencatatkan penurunan pada penutupan perdagangan minggu lalu, dengan penurunan sebesar 0,4% atau 31,87 poin, berakhir di level 7.858,85.

Nilai transaksi mencapai Rp 15,96 triliun, dengan volume perdagangan mencapai 40,67 miliar saham dalam 1,88 juta transaksi. Sektor konsumer non-primer menjadi sektor dengan penguatan terbesar.

Pada penutupan pekan lalu, perhatian pasar tertuju pada Jackson Hole Economic Symposium, terutama pidato Ketua The Fed Jerome Powell.

Secara keseluruhan, IHSG membukukan nilai transaksi perdagangan sebesar Rp 105,4 triliun pada minggu lalu dengan volume transaksi 208,8 miliar saham. Investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp 4,45 triliun.

Di pasar valuta asing, Rupiah berada di level Rp16.335/US$, mengalami depresiasi sebesar 0,34%. Rupiah melemah selama lima hari berturut-turut. Dalam sepekan, Rupiah telah terdepresiasi sebesar 1,11%, menjadikannya mata uang dengan pelemahan terbesar kedua di Asia.

Sementara itu, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun ditutup pada 6,37%, naik tipis dibandingkan hari sebelumnya.

Di sisi lain, bursa Wall Street ditutup menguat. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) mencetak rekor penutupan tertinggi baru. Powell memberikan isyarat bahwa pemangkasan suku bunga mungkin segera dilakukan.

DJIA melonjak 1,89% dan menutup perdagangan di level 45.631,74, rekor tertinggi baru. S&P 500 naik 1,52%, dan Nasdaq Composite juga menguat 1,88%.

Pasar menyambut baik sinyal dari The Fed bahwa perubahan kebijakan suku bunga mungkin diperlukan, meskipun pemangkasan bunga hanya akan dilakukan sebagai respons terhadap melambatnya pertumbuhan pasar tenaga kerja.

The Fed menahan suku bunga acuannya sejak Desember. Pemangkasan suku bunga diharapkan dapat mendorong konsumsi, investasi, dan aktivitas bisnis yang lebih luas.

Pekan terakhir Agustus 2025 dibuka tanpa agenda dan rilis data ekonomi yang signifikan. Fokus utama tetap pada The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat.

Bagi Indonesia, isyarat pemangkasan ini menjadi kabar baik, berpotensi memicu aliran dana dari AS sehingga IHSG dan Rupiah akan menguat.

Powell mengingatkan risiko yang berasal dari kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump, mulai dari tarif impor hingga pembatasan imigrasi.

Indeks dolar mengalami penurunan setelah The Fed mengisyaratkan pemangkasan suku bunga, dan imbal hasil US Treasury AS juga melandai.

Investor menantikan rilis data GDP kuartal II estimasi kedua dan Core PCE Price Index Juli. Selain itu, pasar juga menanti data Pending Home Sales, Chicago PMI, dan Michigan Consumer Sentiment.

Dari Eropa, sorotan jatuh pada notulen ECB dan inflasi awal Italia. Sementara itu, Jepang akan merilis data inflasi sementara bank sentral Jepang akan memutuskan suku bunga. India akan merilis GDP kuartal II. China akan merilis data PMI manufaktur dan jasa.

Indonesia akan menyoroti Rakornas Pengendalian Inflasi dan Ketahanan Pangan.

Pemerintah dan Komisi XI DPR RI telah menyepakati Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2026, dengan target pertumbuhan ekonomi tahun depan di angka 5,4%.

Berikut adalah asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN 2026:

  • Pertumbuhan Ekonomi: 5,4%
  • Inflasi: 2,5%
  • Nilai Tukar Rupiah: 16.500
  • Harga minyak mentah atau ICP: US$ 70 per barel

Sejumlah agenda dan rilis data terjadwal, termasuk Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi dan Launching QRIS Antarnegara Indonesia-Jepang.

Berikut adalah indikator ekonomi Indonesia terkini.

Scroll to Top