Kanker ovarium menempati peringkat ketiga sebagai kanker paling umum yang menyerang wanita di Indonesia. Data menunjukkan, setiap tahunnya ribuan kasus baru terdeteksi, dan sayangnya, sebagian besar berakhir dengan kematian.
Penyakit ini paling sering menghantui wanita setelah menopause, khususnya mereka yang berusia antara 50 hingga 70 tahun. Ironisnya, kanker ovarium menjadi kanker ginekologi dengan tingkat kematian tertinggi. Peluang hidup lima tahun setelah diagnosis hanya sekitar 43%.
Secara global, kanker ovarium termasuk dalam lima besar penyebab kematian pada wanita. Negara maju menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi, tetapi negara dengan tingkat ekonomi rendah hingga menengah justru mencatatkan angka kematian yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh lambatnya diagnosis dan terbatasnya akses ke perawatan yang memadai.
Beberapa faktor meningkatkan risiko seorang wanita terkena kanker ovarium. Usia lanjut, riwayat kanker dalam keluarga, mutasi genetik (seperti BRCA1 dan BRCA2), belum pernah melahirkan, endometriosis, dan penggunaan terapi hormon dalam jangka waktu lama adalah beberapa di antaranya. Di sisi lain, penggunaan pil kontrasepsi, menyusui, dan sterilisasi (seperti tubektomi) dapat memberikan efek perlindungan.
Salah satu tantangan terbesar dalam melawan kanker ovarium adalah kurangnya metode skrining yang efektif dan gejala yang seringkali tidak jelas. Akibatnya, banyak kasus baru terdeteksi pada stadium lanjut (III/IV). Kesenjangan geografis dalam tingkat kejadian dan kematian juga mencerminkan ketidaksetaraan dalam akses layanan kesehatan, terutama di negara berkembang yang kekurangan teknologi diagnostik.
Meskipun belum ada metode skrining standar, deteksi dini masih mungkin dilakukan. Pemeriksaan ginekologi rutin, USG transvaginal, pemeriksaan penanda tumor (Ca 125 secara berkala), dan tes gen BRCA1/BRCA2 pada individu berisiko tinggi dapat membantu.
Diagnosis biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan ginekologi dan USG yang mengidentifikasi adanya tumor di ovarium, peningkatan kadar CA 125, dan pemeriksaan histopatologi yang mengonfirmasi keberadaan sel kanker.
Pengobatan kanker ovarium umumnya dimulai dengan operasi untuk mengangkat massa tumor dan organ terkait, sekaligus menentukan stadium kanker. Setelah operasi, pasien akan menjalani kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa.
Perawatan pasca operasi sangat penting. Pasien harus menjaga luka tetap bersih dan kering, mengonsumsi makanan bergizi tinggi kalori dan protein, mengamati tanda-tanda infeksi, dan mengikuti pengobatan secara teratur sesuai anjuran dokter.
Selama kemoterapi, pasien harus mempertahankan pola makan sehat dan seimbang, menghindari makanan dan minuman berkafein serta tinggi kolesterol, cukup istirahat, mengelola stres, minum banyak air, dan menghadiri jadwal pengobatan secara teratur.