Kabar yang beredar di media sosial mengenai vaksinasi campak yang menyebabkan kecacatan pada anak adalah tidak benar. Hal ini ditegaskan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo, Sp.A, Subs.IPT(K).
Menurut beliau, vaksin campak mengandung virus campak yang telah dilemahkan. Virus ini tidak mampu menyebabkan infeksi berat, melainkan justru merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit campak. Risiko aktivasi penyakit sangat kecil karena virus sudah tidak virulen dan tidak menyebabkan rangsangan penyakit pada orang yang diimunisasi.
Ketua Satgas Imunisasi IDAI, Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A, Subs.TKPS(K), menambahkan bahwa efek samping vaksin campak seperti demam bersifat ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Statistik menunjukkan hanya sebagian kecil anak yang diimunisasi mengalami demam, sekitar 5 hingga 15 persen. Efek samping lain berupa ruam dialami oleh sekitar 2 persen anak.
Beliau juga meluruskan informasi keliru yang menyebutkan vaksin MMR (campak, gondongan, rubela) menyebabkan autisme. Penelitian yang menjadi dasar klaim tersebut telah ditarik karena metodologinya tidak valid dan dokter yang melakukan penelitian tersebut dilarang praktik.
Saat ini, seluruh negara anggota WHO telah melaksanakan imunisasi campak dan rubela (MR). Kelalaian dalam imunisasi justru dapat memicu wabah penyakit.