Jakarta – Situasi di Gaza semakin memprihatinkan. Pemerintah setempat mengeluarkan peringatan keras bahwa warga Palestina di wilayah yang terkepung itu berada di ambang kematian massal akibat kelaparan yang meluas. Hal ini disebabkan oleh blokade bantuan yang dilakukan selama hampir dua bulan dan hancurnya layanan vital.
Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa Israel dan pendukungnya bertanggung jawab atas "genosida yang terdokumentasi dengan bukti yang jelas."
Pengepungan dan penutupan perlintasan oleh Israel telah berlangsung selama 55 hari, menyebabkan kelaparan meluas dan mengancam nyawa lebih dari 2,4 juta orang. Kelaparan di Gaza bukan lagi sekadar ancaman, melainkan kenyataan yang mengerikan.
Sejauh ini, tercatat 52 kematian akibat kelaparan dan kekurangan gizi, termasuk 50 anak-anak. Kondisi ini disebut sebagai "bentuk pembunuhan lambat dan disengaja yang paling mengerikan." Lebih dari 60.000 anak menderita kekurangan gizi akut, sementara lebih dari satu juta anak menghadapi kelaparan setiap hari, mengakibatkan kondisi fisik yang memprihatinkan.
Pemerintah Gaza menyerukan pembukaan koridor kemanusiaan yang aman dan tanpa syarat untuk menyelamatkan nyawa warga Palestina. Mereka juga mendesak penyelidikan internasional independen atas "kejahatan kelaparan dan pembunuhan lambat yang dilakukan oleh Israel."
Penutupan tiga perlintasan Gaza untuk bantuan kemanusiaan dan bahan bakar sejak 2 Maret telah memperburuk keadaan. Serangan yang terus berlanjut telah menjerumuskan 2,4 juta penduduk Gaza ke dalam kemiskinan ekstrem.
Konflik brutal yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah merenggut nyawa hampir 51.400 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak.
Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel dan mantan Menteri Pertahanannya atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional terkait konflik di wilayah tersebut.