Pulau Sulawesi, yang dikenal sebagai "laboratorium alami" karena keanekaragaman hayatinya yang luar biasa, kembali mencuri perhatian dunia biologi. Sebuah spesies baru tikus hutan, Crunomys tompotika, ditemukan di Gunung Tompotika, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Penemuan ini menambah daftar panjang mamalia endemik Sulawesi yang terus bertambah seiring dengan intensifnya eksplorasi lapangan.
Penemuan yang Mengubah Klasifikasi
Tim peneliti dari berbagai negara berhasil mengidentifikasi tikus endemik Sulawesi ini. Selain mendeskripsikan spesies baru, penelitian ini merevisi taksonomi dengan menyatukan seluruh anggota Maxomys (tikus berduri) ke dalam genus Crunomys. Analisis DNA menunjukkan bahwa Maxomys tidak membentuk kelompok yang utuh jika dipisahkan dari Crunomys.
Crunomys Tompotika: Si Tikus Hutan Gunung
Tikus hutan Tompotika memiliki tubuh sedang dengan ekor relatif pendek dan bulu rapat. Habitatnya adalah hutan pegunungan alami dengan vegetasi lebat yang masih terjaga. Spesies ini dinamai berdasarkan asal geografisnya, yaitu Gunung Tompotika. Crunomys tompotika berkerabat dekat dengan Crunomys wattsi, spesies endemik di Sulawesi bagian timur-tengah, namun keduanya dapat dibedakan berdasarkan karakter morfologi.
Kekayaan Fauna Endemik Sulawesi
Penemuan ini menunjukkan bahwa geografi Sulawesi yang unik berperan sebagai pendorong utama keragaman genetik yang tinggi. Diversifikasi dalam kelompok Crunomys hellwaldii dan Crunomys musschenbroekii mungkin didorong oleh hambatan laut atau area habitat yang tidak cocok di antara bagian-bagian pulau yang berbeda.
Implikasi Konservasi dan Penelitian Lanjutan
Sejak 2012, lebih dari 20 spesies baru mamalia berhasil dideskripsikan dari Sulawesi. Penemuan Crunomys tompotika menegaskan pentingnya eksplorasi lapangan dan kolaborasi internasional dalam mengungkap keragaman mamalia di Sulawesi. Data ini diharapkan menjadi pijakan penting untuk memperkuat kebijakan konservasi dan memacu riset lanjutan dalam mendokumentasikan kekayaan hayati Indonesia. Kolaborasi lintas negara memungkinkan pemanfaatan teknologi genomik terkini serta memperluas cakupan data biogeografi, sehingga menghasilkan kesimpulan yang lebih komprehensif mengenai sejarah evolusi mamalia di Asia Tenggara. Penemuan ini juga membuka peluang penelitian lebih lanjut terkait ekologi maupun interaksinya dalam ekosistem hutan Sulawesi.