Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas terus meroket dalam sepekan terakhir, kini dihadapkan pada tantangan untuk mencetak rekor baru yang lebih tinggi.
Pada perdagangan hari ini, Senin (1/9/2025), harga emas di pasar spot terpantau sedikit melemah sebesar 0,01% ke level US$3446,38 per troy ons pada pukul 06.29 WIB.
Namun, pada perdagangan Jumat (29/8/2025), harga emas berhasil ditutup pada posisi US$3.446,75 per troy ons, melonjak 0,9%. Penguatan ini memperpanjang tren positif emas selama empat hari berturut-turut, dengan total kenaikan mencapai 2,4%.
Harga penutupan Jumat lalu mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor sebelumnya di US$3.432,19 per troy ons yang tercipta pada 13 Juni 2025. Walaupun demikian, jika melihat perdagangan intraday, rekor intraday tertinggi masih dipegang oleh US$3.500,05 yang terjadi pada 22 April 2025.
Kenaikan harga emas ini didorong oleh data inflasi pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS yang menjadi perhatian utama The Fed dalam menentukan kebijakan suku bunga.
Inflasi AS tercatat naik 0,2% secara bulanan dan 2,6% secara tahunan, sesuai dengan perkiraan.
Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed mendorong indeks dolar AS melemah ke 97,71 pada perdagangan Jumat, menuju penurunan bulanan sebesar 2,2%. Pelemahan dolar membuat harga emas menjadi lebih menarik bagi pembeli di luar negeri.
Ujian Ketahanan Emas Pekan Ini
Emas sempat menembus level US$3.500 per troy ons pada April 2025, dengan level support kuat di US$3.268. Jika kembali menembus US$3.500, potensi menuju US$4.000 semakin terbuka.
Pekan ini, pasar akan fokus pada serangkaian data ekonomi penting, termasuk ISM Manufacturing, JOLTS, ADP Employment, klaim pengangguran, ISM Services, Non-Farm Payrolls (NFP), dan tingkat pengangguran.
Data-data ini akan menjadi ujian bagi ketahanan emas. Jika data-data tersebut melemah, peluang pemangkasan suku bunga akan menguat, yang berpotensi mendorong reli harga emas. Sebaliknya, jika data-data ini menguat, dolar bisa kembali menguat dan menekan harga emas.
Secara struktural, pasokan emas dunia tetap terbatas karena biaya produksi yang tinggi dan minimnya ekspansi tambang baru. Emas semakin dipandang sebagai aset lindung nilai strategis terhadap beban utang global, ketidakstabilan geopolitik, dan pergeseran aliansi ekonomi.
Dengan The Fed yang cenderung dovish, tensi dagang global yang tinggi, dan momentum teknikal yang positif, emas berpotensi untuk kembali menembus rekor dalam waktu dekat. Investor melihat emas bukan hanya sebagai spekulasi jangka pendek, tetapi juga sebagai penopang utama portofolio di tengah ketidakpastian pasar.