Ilmu Komunikasi UMY Bersuara Keras: Pembatasan Informasi Ancam Demokrasi

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya eskalasi unjuk rasa dan pembatasan akses informasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Hak atas informasi dan kebebasan berpendapat, termasuk melalui platform media sosial, adalah hak fundamental yang harus dilindungi.

Civitas academica Ilmu Komunikasi UMY secara tegas mendukung kebebasan berpendapat, berekspresi, dan kebebasan bermedia sebagai pilar penting dalam sistem demokrasi. Tindakan pemblokiran internet dan pembatasan siaran langsung (live streaming) di media sosial dinilai sebagai upaya sistematis untuk membungkam suara publik dan menghalangi akses terhadap informasi krusial.

Pembatasan akses informasi, terutama saat unjuk rasa berlangsung, dapat menghambat penyebaran informasi penting, seperti informasi mengenai korban luka yang membutuhkan pertolongan medis segera. Situasi ini berpotensi meningkatkan risiko jatuhnya korban jiwa.

Pembatasan informasi jelas tidak sehat bagi demokrasi. Keberagaman informasi merupakan elemen krusial yang tidak boleh didominasi oleh satu sumber saja. Setiap individu berhak menerima informasi yang beragam dan komprehensif. Pola pembatasan informasi yang terjadi menunjukkan bahwa ini bukanlah insiden yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari masalah yang lebih besar dan sistematis.

Unjuk rasa yang terjadi adalah akibat dari ketidakmampuan lembaga legislatif dan eksekutif dalam menyerap aspirasi rakyat, serta kebijakan yang kurang memperhatikan kepentingan publik. Praktik sensor di sejumlah media, terutama yang memiliki afiliasi politik, juga sangat disayangkan.

Berikut adalah pernyataan sikap resmi dari Prodi Ilmu Komunikasi UMY:

  1. Menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban dalam aksi demonstrasi dan berharap situasi segera kembali kondusif.
  2. Mendukung penuh kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang.
  3. Menegaskan peran vital media dalam menyajikan informasi yang objektif, independen, dan berpihak pada kepentingan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers dan UU Penyiaran.
  4. Menilai kurangnya pemberitaan oleh sejumlah media terkait aksi masyarakat sipil sebagai pengkhianatan terhadap fungsi media dan esensi demokrasi.
  5. Mengecam keras tindakan pemblokiran internet, pelarangan live streaming saat demonstrasi, serta penghapusan fitur live TikTok yang dianggap sebagai upaya menutupi realitas.
  6. Mengecam segala bentuk kekerasan aparat terhadap jurnalis, termasuk jurnalis dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), saat melakukan peliputan.
  7. Mengimbau seluruh media untuk merefleksikan kegelisahan publik, menyuarakan aspirasi rakyat, dan menjalankan jurnalisme profesional sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Pemerintah, baik Presiden maupun DPR, didorong untuk merespons aspirasi publik dengan sungguh-sungguh. Pernyataan resmi dari pemerintah saja tidak cukup untuk menjawab keresahan yang ada di masyarakat.

Scroll to Top