Gelombang demonstrasi yang melanda Jabodetabek turut merembet ke Surabaya, memicu kerusuhan yang mengkhawatirkan. Aksi anarkis massa tak hanya menyasar fasilitas negara, tetapi juga kediaman sejumlah tokoh publik.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah kantor Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, yang tak luput dari amukan massa. Ruang kerja yang terletak di Gedung Grahadi itu ludes dijarah, meninggalkan kerusakan yang signifikan.
Tak hanya itu, rumah sejumlah selebriti juga menjadi korban kemarahan massa. Uya Kuya, Eko Patrio, dan Sahroni menjadi nama-nama yang rumahnya porak-poranda akibat aksi penjarahan. Bahkan, beredar video yang memperlihatkan massa menemukan tempat persembunyian Uya Kuya, menambah kepanikan di kalangan selebriti.
Eko Patrio, anggota DPR yang rumahnya turut dijarah, menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang timbul akibat aksinya berjoget di ruang parlemen. Permintaan maaf ini menyusul gelombang kritik dari masyarakat yang kecewa dengan tingkah laku para wakil rakyat.
Di tengah sorotan terhadap gaji fantastis anggota DPR, politisi senior Rieke Diah Pitaloka menyatakan kesiapannya jika gaji tersebut dikurangi. Pernyataan ini muncul saat Rieke menghadiri pemakaman seorang pengemudi ojek online yang menjadi korban demonstrasi.
Istri Uya Kuya, Astrid Kuya, membela suaminya dengan menyinggung jasa Uya dalam membantu korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pembelaan ini muncul setelah rumah Uya Kuya menjadi sasaran penjarahan massa, yang diduga dipicu oleh isu tunjangan mewah anggota DPR dan video joget sejumlah wakil rakyat.
Rentetan peristiwa ini menjadi catatan kelam dalam sejarah demonstrasi di Indonesia. Aksi anarkis yang menyasar fasilitas negara dan kediaman tokoh publik menunjukkan eskalasi kemarahan masyarakat yang perlu direspons dengan bijak dan bertanggung jawab.