Lima anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari berbagai fraksi partai politik kini tengah menjadi sorotan. Mereka adalah Ahmad Satroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari Partai Amanat Nasional (PAN), serta Adies Kadir dari Partai Golkar.
Partai-partai tersebut telah mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan kelima anggotanya. NasDem beralasan penonaktifan Sahroni dan Nafa Urbach terkait pernyataan yang dianggap menyinggung perasaan rakyat dan menyimpang dari perjuangan partai. PAN menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya dengan mempertimbangkan dinamika serta perkembangan terkini. Sementara itu, Golkar secara singkat menyampaikan penonaktifan Adies Kadir. Seluruh penonaktifan ini berlaku efektif mulai 1 September 2025.
Lantas, apa sebenarnya arti dari istilah "dinonaktifkan" ini?
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menjelaskan bahwa penonaktifan ini penting untuk menjaga nama baik lembaga legislatif. Status nonaktif ini bukan sekadar formalitas, melainkan berimplikasi pada hilangnya fasilitas yang biasa diterima oleh anggota DPR.
"Jika sudah dinonaktifkan, mereka tidak lagi bisa beraktivitas sebagai anggota DPR," tegas Nazaruddin. "Otomatis, mereka juga tidak akan mendapatkan fasilitas atau tunjangan sebagai anggota DPR RI."
Nazaruddin juga menekankan pentingnya ketegasan partai politik dalam hal ini. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai DPR sebagai lembaga yang sungguh-sungguh menjaga kehormatannya.
Bukan Pemecatan Permanen?
Perlu dicatat bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tidak secara eksplisit menyebutkan istilah "penonaktifan." Namun, UU tersebut mengatur tentang pemberhentian anggota dewan, termasuk pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, dan pemberhentian sementara.
Pemberhentian antarwaktu umumnya terjadi jika anggota meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena alasan tertentu. Penggantian antarwaktu dilakukan berdasarkan keputusan partai politik masing-masing. Sementara itu, pemberhentian sementara dapat dilakukan jika anggota menjadi terdakwa dalam kasus pidana umum dengan ancaman hukuman penjara minimal lima tahun atau menjadi terdakwa dalam kasus pidana khusus.